Sudah menjadi cita-citanya semenjak kecil untuk dapat duduk di tempat duduk perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada di kampungnya, masih dengan gampang dihitung dengan jari orang-orang yang telah duduk di bangku perguruan tinggi. Bukan karena tak ada kemauan, tetapi dari seluruh itu dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang amat tidak rumit dan rata-rata berada digaris kemiskinan. Kecuali itu jarak antara perguruan tinggi yang ada benar-benar jauh, sehingga apabila ada yang berkeinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi semestinya berganti kendaraan beroda empat angkot minimal lima kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda dua adalah ojeg.
Amat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di tempat duduk SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, sebab tidak tahu sepatutnya bagaimana lagi setelah menyelesaikan pengajaran SMA. Kemauan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Tetapi semua itu tentunya betul-betul terkait dengan biaya. Apalagi apabila kuliahnya sepatutnya pulang pergi, tentunya tarif akan lebih tinggi diperbandingkan dengan tarif kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, kesudahannya semuanya disebutkan di hadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana menerangkan segala kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Hingga dengan alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat motivasi Arie bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya dapat dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki sebagian petak sawah dan menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
“Arie..” sapa ibunya saat Arie sedang menata sebagian pakaian untuk dibawa ke kota. Mendapat ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah surat yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa buah hatinya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie telah menelepon Tuan Budiman namun karena Tuan Budiman dan Arie betul-betul jarang sekali berjumpa maka orang tua Arie memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan memiliki beberapa usaha dibidang jasa, percetakan hingga dengan sebuah surat informasi mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie sebenarnya tidak ada persoalan, cuma sebab kedua orang tua Arie yang kerap kali memberikan bimbingan karena kelakuan Oomnya yang tak jarang berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga anak-buah hatinya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya sudah berganti istri sampai dengan empat kali dan kini dia sedang menduda. Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tak memiliki buah hati.
Si Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan dia masih SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira kini berada diatas limapuluh tahun.
Setibanya di kota Bandung yang semacam itu banyak kesibukan manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah. Akhir-akhir diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan di pakaiannya.
“Selamat siang Pak,” Tegur Arie terhadap salah satu satpam yang ada dua orang.
“Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu,” jawab satpam yang bernama Asep.
“Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?”
“Bapak Budiman yang mana Dik,” tegas satpam Asep, karena mengamati suatu keraguan bahwa tak mungkin bosnya ada bisnis dengan buah hati kecil yang baru berumur dua puluh tahunan.
“Anu Pak, apa ini PT. Rido,” tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena sesungguhnya Arie juga belum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
“Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,” tegas satpam Asep membeberkan tentang eksistensi PT.Rido dan siapa pemiliknya.
“Adik ini siapa,” tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
“Aku Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang.”
“Keponakan,” tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang sebagian menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil memberikan selamat datang di kota Bandung. “Arie.. Apa masih ingat sama Bapak,” kata Pak Dadi sambil duduk seperti sahabat lama yang baru ketemu.
Mimik Arie jadi kebingungan sebab orang yang datang ini rupanya telah mengenalnya.
“Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak,” kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, “Saya yang dulu sering kali mancing bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun.”
Arie jadi linglung, “Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun.”
Berikutnya obrolan dengan Pak Dadi yang baru-baru ini ini diketahui kecuali kepercayaan di kantor, dia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa malahan seputar Tuan Budiman. Kadangkala si kecil Om Budiman kerap meminta uang pada Pak Dadi kalau rupanya Om Budiman sedang keluar kota. Pun belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di belakangnya dihasilkan lagi rumah yang tidak keok besarnya untuk Pak Dadi dan istrinya padahal yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang lebih baru berumur 35 tahun.
“Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat instruksi dari Tuan Budiman bahwa ia tidak dapat mengantar Dik Arie karena semestinya pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi kebutuhan Dik Arie. Nah, sekarang kamu berharap seketika pulang atau kita jalan-jalan dulu,” sambung Pak Dadi memandang ekpresi Arie yang sedikit kecewa karena ketakutan akan daerah tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi seketika berkomentar, “Jangan takut Dik Arie pokoknya kau tak akan ada situasi sulit,” tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya sudah dikuasainya sebab mempunyai uang dan uang betul-betul berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil memperhatikan-lihat orang yang berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada dikala itu jam masuk karyawan telah diawali. Seperti banyak karyawati yang indah-indah ditambah lagi dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Eksistensi Arie sebagai keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum apabila lewat Arie dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum dikala bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja duduk di lobby depan, meski tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi sebab takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang daerah lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan segala itu membuat Arie menjadi betah sampai-sampai lupa waktu sebab keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti dikala Pak Dadi mengajaknya pulang dengan mengendarai sebuah kendaraan beroda empat sedan dengan merek Mesri terkini, melaju ke sebuah kawasan villa yang berlokasi di pinggiran kota Bandung. Sebuah pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak kurang lebih 17 Km dari sentra kota. Sebuah rumit yang betul-betul mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah yang kerap didiami Om Budiman dan rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya. Padahal pos satpam dan rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan istrinya Bi Enung yang senantiasa menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. Saat mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa seluruh barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu ransel penuh dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk berjumpa dengan majikannya.
Pak Dadi yang semenjak tadi memandunya, lantas pergi ke rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, meskipun Arie ditemani oleh Bi Enung menuju ruang tengah. Sesudah Tante Rani datang sambil tersenyum menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil lebih-lebih dahulu memerintah menyiapkan air minum untuk Arie.
“Tante telah menunggu dari tadi Arie,” bisiknya sambil menggenggam tangan Arie petunjuk menyatakan selamat datang.
“Hingga-hingga Tante ketiduran di sofa”, lanjut Tante Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang indah dengan uraian rambut sebahu menonjolkan sifatnya yang ramah dan penuh perhatian.
“Tante telah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu bahwa Om Budiman tak bisa menemanimu karena dia sedang sibuk.”
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab semua pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu menerapkan rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membikin Arie salah tingkah karena celana dalam yang berwarna biru tampak dengan terang dan gumpalan-gumpalan bulu hitam kelihatan cantik dan menantang dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie pusing tujuh keliling. Sedangkan Tante Rani telah yang berumur Kaprah-kira 35 tahun melainkan kelihatan masih seperti gadis remaja.
“Nah, itu Yuni,” kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang tengah. Tampak gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah. Sambil tersenyum, Tante Rani menyampaikan Arie kepada Yuni. Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni segera bersuka cita karena nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk melakukan PR-nya seandainya tidak bisa dilaksanakan sendiri. “Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak.” Memperoleh pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga sebab yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Arie. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan benar-benar bangus dan paras yang sungguh-sungguh cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang walaupun telah besar karena badannya yang bongsor sedangkan baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur badannya sedangkan dalam pikiran Arie, ia telah menaruh hati pada Yuni yang memiliki wajah yang indah dam putih bersih itu.
Sesudah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan dipandu oleh Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni. Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap-tiap kamar terdapat kamar mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan padahal Arie memilih kamar yang paling belakang, meskipun kamar Yuni berhadapan dengan kamar Arie.
Sesudah membuka pakaian yang penuh peluh, Arie mengamati-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton Kaca. Tangan kanannya memeluk istrinya yang bermana Astri. Walaupun tangan kirinya walaupun sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang benar-benar rukun tetapi hingga sekarang belum dikeruniai anak dan berdasarkan salah satu dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tak akan memiliki si kecil sebab di dalam spermanya tak terdapat bibit yang tak membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie kian kerasan tinggal di rumah Om Budiman sebab kecuali Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuaan Yuni yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang membikin Arie berdiri. Arie kian tahu seputar seputar Tante Rani yang sesungguhnya benar-benar kesepian. Kenyataan itu ia ia ketika ia dan tantenya berbelanja di suatu dia di pusat kota Bandung yang bernama BIP. If you adored this article and you also would like to collect more info relating to foto bugil faby marcelia kindly visit our web site. Tante Rani dengan mesranya menggandeng Arie, tetapi Arie tidak risih sebab karena itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Melainkan yang membikin terkejut Arie dikala di dalam kendaraan beroda empat, Tante Rani mengatakan bahwa dia hakekatnya tidak tidak secara batin. Mendengar itu Arie terkejut terkejut mati sebab tidak tahu apa yang mesti dia katakan. Tante Rani ia bahwa Om Budiman kini itu sudah loyo dikala bercinta dengannya.
Arie tambah linglung dengan apa yang mesti ia lontarkan karena dia tidak mungkin memberikan tak itu meski selama ini dia kerap menghanyalkan jikalau ia tidak memasukkan burungnya yang besar ke dalam membuat Tante Rani. Dikala kendaraan beroda empat berhenti di lampu merah, Tante Rani dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini dan ia bahkan bercerita bahwa cerita ini baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok kendaraan beroda empat agak terbuka sehingga rok mininya melorot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar membuat Tante Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah amat sambil terus air liur menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja ia dia buah dada tantenya yang sudah mengeras dan ketika itu pula bibir tantenya yang merekah ketika Arie untuk terus meminta.
Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil berkata, “Saya tidak mungkin bisa dapat itu Tante,” Tante Rani hanya berkata, “Arie, Bantu dong.. Tante sudah tidak kuat lagi tidak gituan, masa Arie tidak kasihan sama Tante.” Tangan Tante Rani dengan berani membuka pakaian baju atas dan komponen buah dadanya yang besar. Tampak buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu menantang untuk disantap. Memandang Arie yang tak ada perlawanan, kesudahannya Tante Rani menggunakan kembali bajunya dan duduk seperti semula sambil bajunya seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat Arie jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Arie dengan Yuni kian menjadi sebab sekiranya ada PR yang seandainya Yuni senantiasa ketika bantuan Arie. Pada dikala itu Yuni dikala mendapatkan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie. Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan seputar kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak dapat itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang malahan yang menutupinya. Dengan terang Yuni melihat batang membuat Arie yang mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Yuni membalikkan badannya. Arie cuma tersenyum sambil berkata, “Mangkanya, seandainya masuk kamar ketok pintu dahulu,” goda Arie sambil menggunakan celana pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu kebiasaan dikerjakan batang supaya bisa bergerak dengan nyaman dan bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang amat putih dan berbulu-bulu kecil. “Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie telah pake celana yah,” tanya Yuni.
“Belum,” jawab Arie menarik hati Yuni.
“Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni berharap minta cuma Kak Arie mengerjakan PR,” rengek Yuni sambil tangan kirinya melakukan belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang agar untuk genitalianya. Yuni cuma menjalankan-raba sambil berkata, “Mendapatkan apa Kak, kok kenyal.” Memperoleh rabaan itu batang membuat Arie kian menengang dan dalam pikirannya jikalau dengan Yuni aku ingin melainkan jikalau dengan kakakmu walaupun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti dikala batang membuat Arie telah menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan seketika membalikkan badannya. Arie terkejut dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari karet, menjepit batang agar yang sudah menegang.
Tangan yang tadi telah melaksanakan batang membikin Arie kembali telah menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan kelihatan Arie telah menggunakan celana pendek. “Nah, gitu dong pake celana,” kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang meskipun di susu kecil Yuni. “Udah dong meluknya,” rintih Yuni sambil memberikan buku Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan Yuni telah sudah hal yang yaitu tapi ketika Arie dikala kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tak ketika apa-apa mungkin sebab Yuni masih si kecil ingusan yang badannya saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Walaupun ada meja belajar tapi Arie segaja memilih itu karena Yuni kerap kali menindihnya dengan kerap sehingga batang membikin Arie terasa hangat dibuatnya. Dan memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu Yuni mengaplikasikan daster yang benar-benar tipis dan di atas paha sehingga celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Yuni tak merasa risih dengan kedaan itu sebab memang telah seperti itu hari-hari yang adat istiadat bersama Arie.
Sambil menjalankan PR, pikiran Arie melayang-layang bagaimana caranya dikerjakan ia dapat mengatakan terhadap Yuni bahwa dirinya kini berubah hati menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah ia sudah mengetahui cinta soalnya apabila orang sudah mengetahui cinta mengenal syahwatnya juga pasti bergejolak seandainya diperlakukan seperti yang acap kali tradisi oleh Arie dan Yuni.
PR pertama sudah telah dengan diselesaikan, Yuni terseyum pesat. Tampak dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk membayangkan terang dia tak melaksanakan susu itu tentunya sangat nikmat dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batang supaya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie menjelaskan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni tak jarang bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya nampak dengan terang dan kadangkala gumpalan agar kelihatan dengan jelas cuma terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membikin membuat Arie naik turun. Yuni tak peduli dengan apa yang terjadi pada batang membuat Arie, bahkan Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang menonjol bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie kian kalang kabut saat Yuni mengerak-gerakkan badan ke belakang yang membikin batang agar semakin berdiri menegang. Dengan pura-pura tak sadar Arie mengerjakan gundukan membikin Yuni yang terbungkus oleh CD putih. Bukit membikin Yuni yang hangat membikin Arie kian bernafsu dan membikin membuat kian terengah-engah.
“Kak diatasi dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh pesat.”
Arie membalikkan badannya sehingga bukit membuat Yuni genitalia meskipun di batang membikin Arie. Dalam perihal itu Yuni hanya mendekap Arie sambil terus berkata, “Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya.”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata Arie sambil terus merapatkan batang supaya ke bukit membikin Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih. Edan Yuni terlihat dengan terang dan mulai merekah terang sebuah badan seorang gadis yang membentuk, pinggul yang putih membuat Arie kian panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti itu batang membikin Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit membuat Yuni yang terasa hangat. Arie tak kuat lagi dengan seluruh itu, dia segera mencium mulut Yuni. Yuni hanya pakaiannya dan terus menghidar ciuman itu. “Kaak… apa dong syaratnya”, kata Yuni manja agresif menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit supaya terus alat kelaminnya-nyentuh batang membikin Arie. Setelah buah hati ini belum tahu apa- apa perihal masalah seks. Memang Yuni tidak saat apa-apa dan ia seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa malahan. “Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya.”
Mendengar itu Yuni hanya cuma, suatu tertawa yang gampang, dikirain mesti pus-up 1000 kali. Konsenterasi Arie dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang supaya dikerjakan konsisten berada di bawah bukit membuat Yuni yang kerap terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya lagi air liur menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh paha Arie.
Sesudah selesai melakukan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan kerap sehingga berada kemaluan di atas bukit membuat Yuni. Arie semakin tak tahan dengan kedaaan itu dan seketika melakukan-raba kemaluan Yuni. Saat Arie akan menjalankan payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus mengamati ke wajah Arie, sambil berkata, “PR-nya sudah Kaak.. Arie,” sambil Menguap.
Memandang PR-nya yang sudah dijalankan Arie, Yuni langsung memeluk Arie erat-erat seperti memeluk bantal guling sebab syaratnya itu. Mendapat itu tidak dilewatkan oleh Arie semacam itu saja, Arie lantas memeluk Yuni berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah Arie. Mendapatkan perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, “Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan.” Sinting alasan Arie lontarkan dilakukan Yuni tetap berharap di peluk dan hasilnya akibat gesekan-gesekan batang membuat Arie bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada ketika itu Yuni berhasil lepas dari pelukan Arie sambil pergi dan tak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
“Aduh, Sesudah si Yuni masih tak saat apa-apa dengan apa yang barusan aku lakukan,” guman Arie dalam hati sambil terus memengang batang supaya. Arie ludah menetralisir batang supaya dikerjakan tak terlalu tegang. “Sekiranya ya tenang, nanti kau juga akan kamu kepunyaan Yuni menikmati tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura memberikan saya Biologi perihal anatomi badan dan di sanalah akan saya suruh buka pakaian. Masa seandainya telah dibuka pakaian masih belum pakaian.”
Arie memang punya prinsip bila dalam berkaitan badan dia tak berharap berharap sediri namun semestinya berharap kedua-duanya. Itulah pola pikir Arie yang terus ia pertahankan. Rupanya dia mau tentunya dengan berharap dia memperkosa Yuni.
Ketegangan batang membikin Arie terus bertambah besar tidak ingin mengecil walaupun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Arie keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Layar Tante Rani masih ada di ruang tengah sambil melihat Layar dan meminum susu yang dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menerapkan daster warna biru dengan rambut yang layar kaca terurai menerapkan amat indah malam itu. Lekukan tubuhnya nampak dengan jelas dan kedua payuadaranya malahan tampak dengan terang tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang cantik di hadapannya. Kau itu terlihat sebab Tante Rani duduk di sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Arie semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang benar-benar seksi dan mulus itu.
“Tidak amat belum tidur Ari,” kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Arie.
“Anu Tante, tidak bisa tidur,” balas Arie dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tak merasa canggung dengan eksistensi Arie, dia tidak peduli dengan keberaan Ari malahan ia segaja komponen dia tubuhnya di hadapan Arie yang telah sungguh-sungguh baju.
“Maaf ya, Tante tadi siang sudah berlaku kurang sopan terangsang Arie.”
“Kamu apa-apa Tante, Arie terhadap perihal hal itu,” jawab Arie sambil terus menahan gejolak nafsunya yang telah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan Yuni yang membikin batang supaya semakin menegang tak tentu arah.
“Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan,” tanya Arie mengisi perbincangan.
“Tak tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru,” jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sungguh-sungguh jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari kian tahu akan tidak batin Tante Rani, melainkan itu tidak mungkin tapi dengan tantenya.
Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil tak tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Vitalnya diduga sebelumnya oleh Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di sesekali gundukan agar. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia memperhatikan paha Tante Rani, tetapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam kendaraan beroda empat, kini Tante Rani tak menerapkan celana dalam. Memandang yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk-garuk di terkadang agar itu sebab merasa ada yang gatal.
Memandang itu Arie kian memandang dan tak mau badan ditambah lagi dengan ketegangan di batang agar yang semakin menegang.
“Tak sangat Arie,” tanya Tante Rani yang memperhatikan wajah Arie keluar peluh dingin.
“Nggak Tante, Arie merasakan mungkin capek,” balas Arie sambil terus sekali-kali memperhatikan ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Sesudah merasa agak baikan di sekitar agar, Tante Rani segaja tak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga nampak dengan jelas pangkal pahanya dan agar yang merekah. Melihat Arie kian menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie kian memuncak dan Arie tidak berani kurang kian pada tantenya padahal tahu bahwa tantenya segaja bagian kemulusan pahanya itu. “Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar.” Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sangat lagi kamu akan sejenak padaku dan akan dikala untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dahulu di pinggiran kolam lalu ia duduk sambil mengamati kolam di depannya. Sambil terus air liur menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak. Sambil terus berusaha tentang kejadian itu. Kamu segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Arie terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie mengendus-endus mendekati jendela dan rupanya jendelanya tak dikunci dan dengan mudah Arie dapat memperhatikan adegan suami istri yang sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie bisa leluasa sebab cuma terhalang oleh tumpukan baju yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang membuat Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Arie.
Astri terus mengulum batang membikin Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih mengaplikasikan pakaian dan celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di lantai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membikin batang membikin Pak Dadi kian mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang kemaluan sebab memperhatikan suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Kelihatan dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi tampak membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih jelas di bandan Pak Dadi saat Pak Dadi melekat duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi memerintah Astri telentang di atas ranjang dan kerap kali diganjal oleh bantal sehingga dengan terang tampak bibir membuat Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dadi.
Sebelum memasukkan batang supaya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit membikin Astri. Dengan kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum memperhatikan hasil karyanya merupakan batang membuat suaminya tercinta sudah tak bangkit dan siap bertempur. Dengan perlahan batang membikin Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang membuat Astri, kelihatan Astri merintih saat ketika kenikmatan yang tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya terus mengerjakan-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali melakukan buah dadanya. Memang beradunya batang membuat Pak Dadi dengan liang senggama Astri terasa cukup lancar karena ukurannya sudah karena dan telah itu tak jarang tapi. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membikin tubuh Arie kian Panas dingin, entah telah berapa menit lamanya Tante Rani memainkan membuat Arie yang sudah menegang, dia tersenyum ketika tahu bahwa di belakangnya ada orang yang sedang dia agar.
“Tante, kapan Tante datang”, mengendalikan Arie perlahan sebab takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil ludah menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya menyusup pada membikin Arie yang sudah menegang sejak tadi. Setibanya di ruang tengah, Arie duduk di daerah yang tadi diduduki Tante Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada sekali-sekali pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanannya alat kelaminnya batang membikin Arie yang telah menegang.
“Tak kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kau jadi panas dingin dan seandainya sudah panas dingin cepat untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kau ketahuan kamu kan jadi malu. Apalagi sekiranya ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga kena bisa.” Tante Rani memberikan nasehat-tuntunan yang nasihat sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Arie terus digesek-gesek ke batang membuat Arie. “Tante tahu kau sekarang sudah besar dan kau juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak ingin,” goda Tante Rani, “Dan kau telah tahu kemauan Tantemu ini, kau malahan mengintip kemesraan Pak Dadi,” pengarahan-tuntunan itu terus terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekkan pada batang membikin Arie.
Arie semakin tak bisa lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. “Tante jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti jikalau oom hingga tahu.” Mendengar elakan Arie, Tante Rani bahkan tersenyum, “Dari mana Oommu tahu seandainya kau tak memberitahunya.”
Sesudah, dalam pikiraanku mana mungkin saya memberitahu Oomku. Gerakan kepala Tante Rani kian menjadi ditambah lagi kaki kirinya diangkat sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat dengan bersih tampak merekah. Bukit membikin Tante Rani tampak dengan terang dengan ditumbuhi bulu-bulu yang telah dicukur rapi sehingga tampak seperti membikin gadis seumur Yuni.
Arie hakekatnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Melainkan batinnya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk dia dengan tantenya yang selama ini tidak dan senantiasa memberikan tidak hidupnya. Tanpa disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga kepala batang membuat Arie terangkat dengan bebas dan genitalianya pipi kirinya yang lebut dan putih itu. Mengamati Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan supaya yang merekah segaja diganjal oleh bantal sofa.
Tangan Tante Rani terus memainkan batang membikin Arie dengan betul-betul lembut dan penuh sangat sayang. “Aduh punya kau terbukti besar juga,” bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan batang kejantanan Arie dengan kedua tangannya. “Masa kau tega sama Tante dengan tak memberikan kamu apa bahkan Riee,” bisik Tante Rani dengan membuat yang berat. Mendengar ejekan itu hati Arie semakin berontak dan rasanya tak menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan semakin pada tantenya itu bahwa saya hakekatnya dapat lebih tak dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah sudah mengulum batang membikin Arie dengan liarnya dan menonjol badan Tante Rani seperti orang yang tersengat setrum ribuan volt. “Ayoo doong Riee, masa kau akan menyiksa Tante dengan nampak… ayo dong gerakin tanganmu.” Kata-kata itu terlontar sebanyak tiga kali. Sehingga tangan Arie kian berani alat vitalnya sering kali yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu tetapi tak karena sudah sejak tadi batang membuat Ari menegang. Arie mulai melaksanakan-saba kerap dengan penuh sangat sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus kian menggila dan terus mengulum kepuyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama dipendam. Sedotan bibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari sesuatu di dalam batang membikin Arie. Memperoleh serangan yang amat berapi-api itu akibatnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga posisi Arie dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Arie kian berani mengusap-usap pinggul tantenya yang tersingkap dengan terang. Daster tantenya yang sudah berada di atas pinggulnya dan membikin tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil sofa itu. “Ahkkk, nikmat..” Tantenya mengerang sambil terus merapatkan bibir supaya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementara waktu kulumannya. Ketika dia ketika akan orgasme. “Arie… Tante sudah tidak tahan lagi nich..” diiringi dengan sedotan yang kultur oleh tantenya itu sebab tantenya terbukti amat betul-betul dalam mengulum batang supaya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-sisi batang membikin Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya.
“Aduh . aduh.. Tante sedap sekalii…” erang tantenya kian menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil mengerang. “Aduuh Rieee.. terus tekan-tekan genitalia Tante..” desah Tante Rani sambil terus menggesek-gesekkan bibir agar ke bantal kecil itu. Arie melaksanakan membikin tantenya, ternyata membikin Tante Rani sudah alat kelamin oleh cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. “Ariee… nah itu terus Riee.. terus..” erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya mengulum batang membuat Arie.
“Tidak kok kuat sekali Riee,” bisik tante rRni dengan membuat yang terengah-engah sambil terus mengulum batang membuat Arie. Tante Rani kaget tak percaya dengan kuluman yang namun karena belum tidak membuat Arie keluar mampu. Arie berguman, “Belum tahu dia, ini belum seberapa. Tante pasti telah keluar lebih dari empat kali dia dengan bantal yang sudah untuk mengganjal liang kewanitaannya kemaluan dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang betul-betul deras.”
Memperhatikan batang membuat Arie yang masih tegak Tante Rani semakin bernafsu, ia segera bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri sambil air liur membuka pakaian Arie yang masih terang di badannya. “Buka yaa Sayang pakaiannya,” pinta Tante Rani sambil membuka pakaian Arie perlahan tetapi pasti. Sesudah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana pendek Arie dijalankan posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja bagian dia tubuhnya di depan Arie. Mengamati dua gunung yang telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang merah ranum akibat gesekan bantal sofa, Ari menelan amat. Mengamati tidak membayangkan ternyata tantenya memiliki tubuh yang indah. Ditambah lagi ia amat amat dalam memainkan batang membuat laki-laki.
Masih dengan posisi duduk, tantenya kini ada di atas permadani dan dia seketika menghisap kembali batang membikin Arie sambil tangannya bergantian menjalankan-raba sisi batang membuat Arie dan terus mengulumnya seperti si kecil kecil yang baru dikala permen dengan penuh gairah. Dengan bantuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek payudaranya di belahan batang membikin Arie. Dengan perihal itu Arie mengerang kuat sambil berkata, “Aduh Tante.. terus Tante..” Mendengar erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan seketika mempercepat gesekannya. Memperhatikan Arie yang akan keluar, Tante Rani dengan diatasi memandang posisi semula dengan mengulum batang membuat dengan sungguh-sungguh liar. Sehingga warna batang membuat Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam batang agar ada denyutan-denyutan yang benar-benar tak teratur.
Arie menahan enak yang tiada tara sambil berkata, “Terus Tante.. terus Tante..”, Dan Arie malah mendekap kepala tantenya dijalankan masuk ke dalam batang agar dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut Tante Rani yang merekah. Tampak semburan lahar panas itu, Tante Rani kegirangan dan seketika menelannya dan menjilat segala yang ada di dalam batang membikin Arie yang membikin Arie meraung-raung kenikmatan. Terlihat dengan terang tantenya memang telah berpengalaman karena jikalau mampu telah keluar dan batang membuat itu tetap disedotnya maka akan kian enak dan semakin membikin badan menggigil.
Memandang itu Tante Rani kian menjadi-jadi dengan terus menyedot batang membikin Arie sampai keluar kemaluan slurp…, slurp…, akibat sedotannya. Sesudah puas menjilat sisa-sisa mani yang meski di batang membuat Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie dengan mulutnya yang seksi.
Memandang batang membikin Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante Rani bangkit sambil berkata, “Setelah kau Rieee.. kau masih menantang tantemu ini yaah.. Tante telah keluar hampir empat kali kamu masih menantangnya.” Mendengar tantangan itu, Arie cuma tersenyum saja dan kelihatan Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sambil hanya liang kewanitaannya untuk melahap batang membuat Arie. Sebelum memasukkan batang membuat Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani secara khusus dulu memberikan ciuman yang betul-betul mesra dan Arie pun membalasnya dengan hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kalinya, lidah mereka saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani kian tergila-sinting sehingga liang kewanitaannya yang tadinya meskipun di atas batang membikin Arie kini tergeser ke belangkang sehingga batang membuat Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah alat kelamin itu.
Mendapatkan perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. “Aduuh Tante…” sambil melepaskan pagutan yang sudah berjalan cukup lama. “Clepp…” memegang yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan melainkan pasti Tante Rani suara masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan membuat mendorongnya urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan sambil terus membuat kerap kali ke bawah sehingga liang kewanitaan Tante Rani sudah berhasil menelan segala batang membuat Arie. Tante Rani malahan terlihat menahan nikmat yang tiada tara.
“Arieee…” rintihan Tante Rani semakin menjadi dikala liang senggamanya telah melahap semua batang membikin Arie. Tante Rani bajunya untuk beberapa dikala sambil kau batang membuat Arie yang telah terkubur di dalam liang kewanitaannya.
“Riee, Tante sudah tidak kuat lagi… Sayang..” desah Tante Rani sambil menggerakan-gerakkan tak jarang ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya terus mengaduh, mengomel sambil terus sering kali digeser ke kiri dan ke kanan. Terlihat permainan itu Arie mendesir, “Aduh Tante… terus Tante..” mendengar itu Tante Rani terus menggeser-geserkan kerap. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang membuat Arie dan liang kewanitaan tantenya yang amat kuat, mengikat batang membikin Arie dengan liang senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu dimungkinkan sebab ukuran batang membuat Arie jauh lebih besar bila diperbandingkan dengan milik Om Budiman.
Goyangan acap kali kian liar dan Arie mendekap tubuh tantenya dengan pantatnya gerakannya yang betul-betul liar itu. Kucuran peluh telah berhamburan dan beradunya alat kelamin Tante Rani dengan paha Arie telah genitalia yang betul-betul menggairahkan, “Prut.. prat.. pret..” Tangan Arie merangkul tantenya dengan erat. Pergerakan mereka semakin liar dan kian membikin saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Tante Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh batang membikin Arie. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami rasakan dikala Tante Rani berkata di dekat telingan Arie. “Arieee…” memegang Tante Rani bergetar, “Tak jika ingin keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaaah”. “Iya Tante…” jawab Arie.
Selang beberapa menit Arie dikala akan keluar dan tantenya mengetahui, “Tak berharap keluar yaaa.” Arie merangkul Tante Rani dengan kuatnya tetapi kedua sering kali masih terus namun-nusuk liang kewanitaan Tantenya, seperti itu juga dengan Tante Rani rangkulanya tak membikin ia melupakan gigitannya terstimulus batang membikin Arie. Sambil terus merapatkan rangkulan. Walhasil Arie keluar dengan keras, “Tanteee.. Tanteee..” dan demikian itu juga Tante Rani mengerang keras, “Rieee…”. Sambil keduanya ludah mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang membikin dan liang kewanitaannya sehingga betul-betul rapat membikin hampir biji batang membuat Arie masuk ke dalam liang senggama Tante Rani.
Kau Arie dan Tante Rani bajunya sesaat kau semburan lahar panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante Rani duduk di pangkuan Arie. Tante Rani tersenyum, “Tak hebat Arie seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kau lebih besar dari suaminya dan sungguh-sungguh menggairahkan.”
“Tidak hakekatnya sudah tahu harapan Tante dari dulu ya, tetapi kau ludah mengelaknya yaa..” goda Tante Rani. Arie cuma tersenyum di goda semacam itu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih Lima menit batang membuat Arie yang telah mengeluarkan lahar panas bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante Rani bangkit sambil memperhatikan batang membuat Arie. Memandang batang membuat Arie yang mengecil, Tante Rani tersenyum pesat sebab dalam pikirannya bila batang agar masih berdiri karenanya dia mesti terus ludah membuat batang membikin Arie tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani mengerjakan-raba batang membuat Arie dan menijit-mijitnya dan ternyata setelah dipijit-pijit batang membuat Arie tak berharap berdiri lagi.
“Aduh untung batang kemaluanmu Rieee… tak hidup lagi,” bisik Tante Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, “Soalnya apabila masih berdiri, Tante telah tidak kuat Rieee” lanjutnya sambil tersenyum dan Kesudahannya di sebelah Arie. Adat Tante Rani dan Arie berpanutan mereka pun naik ke atas dan masuk kamar-masing-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari daerah tidur karena mungkin telah sebab bangun pagi, meski badannya tidak tidur namun matanya terus saja melek. Kamu Arie jalan-jalan di taman untuk mengisi telah dilakukan badannya sedikit segar dan berikutnya badannya bisa diajak untuk tidur kembali sebab pada hari itu Arie tak ada kuliah. Adat lari pagi yang sering kultur diwaktu pagi pada ketika itu tak melainkan sebab badannya terasa masih lemas akibat pertarungan tadi malam dengan tantenya.
Lalu Arie malah berjalan menuju kolam, tak dibanyangkan sebelumnya rupanya Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani mengenakan celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan Arie. Tante Rani mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata, “Nggak ah Tante, Saya malas ke atasnya.” Mendapat jawaban itu, Tante Rani cuma tersenyum, soalnya Tante Rani mengenal Arie tak memakai celana renang. “Sudahlah gunakan celana dalam aja,” pinta Tante Rani. Tantenya yang terus ketika Arie untuk berenang. Kamu iapun membuka pakaian dan celana pendeknya yang tinggal jelas hanya celana dalamnya yang berwarna biru.
Celana dalam warna biru sedangkan rapat menutupi batang membikin Arie yang kedinginan. Loncatan yang amat cantik diperlihatkan oleh Arie sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke wajah Arie. Sehingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi kejaran Arie yang tidak membalasnya. Mereka saling mengejar dan saling mencipratkan air seperti buah hati kecil. Sebab kecapaian, akhinya Tante Rani dapat juga tertangkap. Arie lantas memeluknya erat-erat, pelukan Arie membuat Tante Rani tak dapat lagi menghindar.
“Udah akh Arie.. Tante capek,” seru mesra Tante Rani sambil membalikkan badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam renang. “Tak tidak kuliah Rieee,” tanya Tante Rani. “Kamu,” jawab Arie pendek sambil menjalankan bukit membikin Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante Rani pun tersenyum sambil memberikan ciuman yang sangat diatasi dan sangat lalu dengan cepatnya dia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi Arie. Kelihatan perlakuan itu Arie menjadi kian menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan pada akhirnya tantenya tertangkap juga. “Sudah ah… Tante kini berharap ke kantor dahulu,” kata Tante Rani sambil sedikit menjauh dari Arie.
Saat jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani cuma geli mengamati Arie yang celana dalamnya telah melorot di antara kedua kakinya dengan batang agar yang telah bangkit dari tidurnya. “Tak tak sadar Arie, celana dalammu sudah ada di bawah lutut..” Mendengar itu Arie segera mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya tersenyum. “Kasihan kamu, adikmu telah bangun lagi, tetapi Tante tak bisa membantumu sebab Tante wajib sudah pergi,” kata Tante Rani sambil melakukan batang membuat Arie yang sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. “Akhh, Tante masa tidak punya waktu cuma beberapa menit saja,” kata Arie sambil tangannya ludah membuka celana renang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan itu Tante Rani hanya pakaiannya dan ia terus mencium Arie sambiil berkata, “Iyaaa deh.. tetapi dipecahkan, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan orang lain dapat gawat.”
Tante Rani membuka celana renangnya dan cepat sambil merangkul Arie. Batang membikin Arie segera masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Rani yang telah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya meskipun di pundak Arie. Setelah detik kemudian, setelah liang kewanitaan Tante Rani telah melahap seluruh batang membuat Arie dan dirasakannya batang membikin Arie sudah menegang. Tante Rani menciumnya dengan diatasi dan segera membikin Arie sambil pergi dan terseyum manis meninggalkan Arie yang menerapkan keder dengan batang agar yang sedang menegang.
Mendapatkan perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu terhadap Tante Rani, dan dia berjanji jikalau ada karena lagi ia akan menghabisinya hingga ia merasa kelelahan. Lalu Arie segera pergi meninggalkan kolam itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie segera membuka semua pakaiannya yang menjadi alat kelamin itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun. Saat akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya rupanya tidak berjalan seperti mengetahui. Dan seketika Arie teringat akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan handuk yang padahal di tubuhnya. Wajahnya penuh dengan sabun mandi. “Yuni.. Yuni.. Yuni..” teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni. “Masuk Kak Ariee, tidak dikunci.” balas Yuni dari dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan tangannya yang sedang asyik memainkan supaya. Permainan ini baru didapatkannya dikala dia melihat adegan tadi malam antara kakaknya dengan Arie dan kejadian itu membuat ia dikala seputar sesuatu yang selama ini diidam-idamkan oleh merasakan manusia.
“Ada apa Kak Arie,” kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya dengan selimut sebab takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik memainkan supaya yang sudah membasah sejak tadi malam sebab melihat kejadiaan yang tradisi kakaknya dengan Arie. “Anu Yuni.. Kakak ingin dilaksanakan mandi karena kamar mandi Arie airnya tidak keluar.” Memang Yuni mengamati dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tapi yang jelas Yuni bukannya badan tetapi Yuni diamati diantara selangkangannya yang tampak mencuat.
Iseng-iseng Yuni menanyakan perihal apa yang mengganjalnya dalam lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan menjelaskan tentang biologi terbukti seketika kesampaian dan Arie pun segera memperlihatkannya sambil memengang batang agar, “Mendapatkan namanya penis.. Sayang,” kata Arie yang seketika menuju kamar mandi karena mengamati Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Memandang batang membuat Arie yang sedang menegang itu Yuni membayangkan sekiranya dia mengulumnya seperti yang adat istiadat kakaknya. Kamu dingin keluar di sekujur tubuh Yuni yang membayangkan batang membuat Arie dan ia tak sekali seperti yang adat istiadat oleh kakaknya juga dia dia. Mata Yuni terus ia Arie yang sedang mandi sambil tangan terus bergerak mengusap-usap agar.
Kau karena Yuni telah dipuncak kenikmatan, dia mengerang akibat dari permainan tangannya itu telah berhasil dirasakannya .Dengan beraninya Yuni pergi dia kamar mandi untuk dikerjakan mandi bersama Arie. Memandang kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. “Tidak juga ingin mandi Yun,” kata Arie sambil mencubit pinggang Yuni.
Yuni yang telah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil memperhatikan batang membikin Arie yang masih mengeras. “Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu,” bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Arie segera tersenyum amat, ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan ketika menerima. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin sudah mengenal akan kenikmatan dunia. Tanpa sudah lagi Arie segera mendekatkan batang agar ke tangan Yuni dan seketika kemaluannya mengelus-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali mengerjakan kepunyaan laki-laki itu sedikit canggung, melainkan ia ludah meremasnya seperti meremas pisang dengan ia yang sangat kuat sangat membikin Arie kesakitan.
“Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang agar patah.” Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya untuk memainkan batang agar dengan lembut. Tangan Yuni kaget untuk melakukan batang membikin Arie dengan halus lalu batang membuat Arie didekatkan ke wajah Yuni dijalankan mengulumnya. Yuni cuma menatapnya tanpa tahu mesti cuma apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya seperti mengulum ice warung bokep; http://Bokepindo.xyz/Foto/warung-bokep-blogspot.html, crem, atau mengulumnya seperti mengulum permen karet. Memandang tersebut Yuni lantas berdasarkan, mula-mula dia mengulum kepala batang membikin Arie lalu Yuni memasukkan semua batang membikin Arie ke dalam mulutnya. Melainkan belum juga berapa detik Yuni terbatuk-batuk karena kehabisan membuat dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedikit tidak, Yuni mengulum lagi batang membikin Arie tanpa telah sambil pinggul Yuni bergoyang kemaluannya kaki Arie. Melihat kejadian itu Arie hasilnya menghentikan kuluman Yuni dan seketika mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar mandi. Setibanya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh Arie dan Yuni malahan membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa liptik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk sebagian dikala terdiam seperti patung tetapi alhasil naluri seksnya keluar juga, dia bokongnya apa yang dicium oleh Arie. Sesudah Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni betul-betul menikmatinya apalagi Arie yang dapat dikatakan sudah dilatih oleh kakaknya yang sudah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar memegang yang keras karena kehabisan membikin. “Pek.. pek..” mengontrol bibir Yuni mengeluarkan mengontrol yang membuat Arie semakin baju. Mendengar mengontrol itu Arie tersenyum sambil terus memagutnya. Tangan Arie dengan benar-benar sudah membuka daster putih yang diterapkan Yuni. Dengan gerakan yang amat halus, Arie langsung Yuni dilaksanakan duduk di pinggir ranjang dan Yuni malahan mengenal kemauan Arie itu. Bibir Yuni yang sudah berubah warna menjadi merah terus dipagut Arie dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie sambil bukit supaya menggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga telah Yuni berada di atas tubuh Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih terang di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie malahan membuka CD putih yang membungkus bukit membikin Yuni dilanjutkan menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni. “Auuu…” sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie kian memperhatikan. Setelah Arie berhasil membuka segala pakaian yang dikenakan Yuni, kelihatan Yuni sedikit tak iapun kembali membalikkan Yuni sehingga dia kini berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan bibirnya dia melanjutkan pagutannya ke bukit membikin Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit membikin Yuni yang kecil namun penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Arie. Pagutan Arie beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Edan Yuni terangkat dengan sendirinya saat bibir Arie mengulum bukit membuat kecilnya yang telah kemaluan oleh cairan. Harum bukit membuat perawan membuat batang membikin Arie semakin tak lantas masuk ke sarangnya tapi Arie kasihan mengamati Yuni karena supaya belum juga merekah. Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit wajah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit membikin Yuni. Yuni hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini telah waktunya, ditambah lagi batang supaya yang telah telalu lama menengang. Arie menarik tubuh Yuni dijalankan kerap sebab alat vital di pinggir ranjang. Kaki Yuni alat vitalnya lantai dan Arie berdiri diantara kedua paha Yuni.
Memperhatikan meraba tubuh Yuni yang sudah tidak memakai apa-apa lagi ditambah dengan pemandangan bukit membuat Yuni yang sempit namun kemaluan oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan membikin. Arie berdiri, dan batang supaya yang besar itu napas ke bukit membuat Yuni. Melihat itu Yuni sedikit terkejut dan merasa takut Yuni menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Memandang gejala itu Arie hanya tersenyum dan dia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya nampak dengan jelas. Memperhatikan menggesek-gesekkan batang agar di bibir membikin Yuni. Sambil menggesek-gesek batang membuat, Arie kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya.
Mengamati Arie yang membuka tangannya, Yuni segera merangkulnya dan mencium bibir Arie. Pagutan bahkan kembali terjadi, bibir Yuni dengan lahapnya terus memagut bibir Arie. Akhirnya erangan kembali keluar lagi dari mulut Yuni. “Aduhh… Kaak…” erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie dengan keras. Arie menjalankan-raba bukit membikin Yuni dengan batang supaya setelah yakin akan lubang membikin Yuni, Arie bunyi perlahan dan dikala kepala kejantanan Arie masuk ke liang senggama Yuni. Yuni mengerang kesakitan, “Kak.. aduh sakit, Kak…”
Mendengar rintihan itu, Arie membiarkan kepala supaya ada di dalam liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya. Kuluman bibir Yuni dan Arie malah berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang telah mengeras. Yuni yang menahan rasa sakit yang sudah bercampur dengan rasa sedap akibatnya mengangkat kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang senggamanya dan itu terbukti membantunya dan kini menjadi tambah enak.
Kepala membikin Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni, namun jepitan liang membikin Yuni demikian itu keras genitalia oleh batang membikin Arie. Sambil mencium dirasakan kiri Yuni, Arie kembali air liur memasukkan batang supaya ke liang senggama Yuni. “Aduh.. aduh.. aduh.. Kak,” Mendengar rintihan itu Arie berkata kepada Yuni. “Tidak sakit Yuni,” bisik Arie di dinikmati Yuni. “Nggak tahu Kaak ini bukan seperti sakit ialah, sakit namun sedap..”
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang supaya sehingga sekarang kepala agar telah masuk semua ke dalam liang senggama Yuni. Batang membikin Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni hampir setengahnya. Batang supaya sudah ditelan oleh liang membuat Yuni, kaki Yuni kian diangkat dan tertumpang di punggung Arie. Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie dengan kuat. “Aduhhh…” dan cairan hangat keluar dari bibir membikin Yuni, Arie bisa saat hal itu dapat kepala agar yang tertancap di bukit membikin Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang keluar dari tubuh mereka berdua.
Mendapatkan guyuran air di dalam bukit membuat itu, Arie lalu memasukkan semua batang agar ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali hentakan. “Preeet…” Yuni melotot menahan kesakitan yang bercampur dengan kenikmatan yang tak mungkin kemaluannya selain dengan Arie. “Auh.. auh.. auh..” mengatur itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah menunjangnya batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Yuni. “Kak, Badan Yuni sesak, jika seluruh,” kata Yuni sambil menahan rasa sedap yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Arie membalikkan tubuh Yuni dilakukan ia berada di atas Ari. Nampak posisi itu Yuni seperti pasrah dan tidak dapat gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. “Yuni, sekarang bagaimana badanmu,” kata Arie yang memperhatikan Yuni sekarang sudah mulai menggoyang-goyangkan kerap kali dengan pelan-pelan. “Udah agak enakan Kak,” balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan acap kali ke kiri dan ke kanan. Tampak serangan itu Arie langsung pantatnya gerakan goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan Arie. Sambil menggoyangkan tak jarang, mulut Yuni konsisten mengaduh, “Aduhhh…” Setelah sedap yang sudah menyebar ke menyokongnya badannya. Tanpa disadari sebelumnya oleh Arie. Yuni dengan ganasnya menggoyang-gonyangkan kerap ke samping dan ke kiri membuat Arie kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit membuat Yuni yang kian menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku dilakukan paku itu putus. Setelah menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan batang agar ludah ditekan ke atas membuat alat vital Yuni terangkat. Semburan panas malahan masuk ke bukit membikin Yuni yang kecil itu. Mendapat semburan panas yang sangat sungguh-sungguh, Yuni mendesis kenikmatan sambil mengeram, “Aduhh… aduh.. Kak..”
Selang sebagian menit Arie bajunya sambil memeluk Yuni yang masih dengan aktif menggerak-gerakkan sering ke kiri dan ke kanan dengan tempo yang benar-benar lambat. Sesudah badannya merasa sudah agak tidak, Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini tubuh Yuni berada di bawah Arie. Batang membuat Arie masih menancap keras di lembah membikin Yuni padahal sudah mengeluarkan mampu yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat oleh Arie dan disilangkan di pinggul. Arie mengeluarkan batang agar yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapatkan hal itu mata Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu dengan perlahan memasukkan lagi batang supaya ke dalam liang senggama Yuni, turun naik batang membikin Arie di dalam liang perawan Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit membuat Yuni yang tadinya sangat pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya ia yang terkuras habis dan selanjutnya Arie mengerang-erang sambil memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang demikian itu panjang, keduanya sedang saat kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil kau semburan lahar panas dan keluarnya kapabel dalam batang membuat Arie dan Yuni bahkan sama kau lahar panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni cuma memeluk Arie. Jikalau oleh Arie bahwa batang agar mengecil di dalam liang membuat Yuni dan setelah merasa batang agar betul-betul mengecil Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni. Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, setelah Arie bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni.
Mendengar itu Arie cuma tersenyum sebab memang selama ini Arie mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi dia mengetahui jikalau hidup dengan Yuni maka dia akan dikala segalanya. Arie mengungkapkan selamat bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie segera keluar dari kamar Yuni setelah Arie menerapkan sesudah kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam tentang menungging mengambil sesuatu. Menonjol dengan terang celana merah muda yang diaplikasikan tantenya. Tante Rani diciptakan terkejut sebab Arie segera melakukan liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. “Tante telah pulang,” tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih. “Iya, Tante cuma amat kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam seputar menantang,” jawab Tante Rani sambil tersenyum. “Bagaimana kini Arie burungnya, telah ketika sarang yang baru ya..” Mendapatkan ejekan itu, Arie lantas terkejut. “Ah Tante, mau cari terkejut di mana,” jawab Arie mengelak. “Arie kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah saat sarang yang baru jadi kau seharusnya bertanggung jawab. Walhasil tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kau sudah bermain edan bersama Yuni dan Tante.”
Mendengar itu, Arie seketika pakaiannya dan dia akan menikahi Yuni seperti yang dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan yang mesra kepada Arie sambil melaksanakan batang membuat Arie yang telah tak kuat untuk berdiri. Memperhatikan batang membikin Arie yang telah tak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. “Pasti adikku dibuatnya KO sama kau yaa… burung kamu tidak mau berdiri,” goda Tante Rani. “Ahh nggak Tante, yakni saja kok.”
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-wanti dikerjakan menikahi adiknya. Kamu pernikahan Yuni dengan Arie tradisi dengan pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama namun dengan tanpa dapat KUA sebab Yuni masih dibawah melewati.