Saya menikah pada umur betul-betul belia, merupakan 22 tahun. Saya tak sempat melanjutkan kuliah, karena saya pada usia tersebut telah dinikahkan olah orang tua, karena ayah memiliki hutang judi yang banyak dengan seorang laki-laki playboy “kampungan”. Aku menikah dengan sang playboy, usianya sangat renta sekali, 65 tahun pada ketika saya dinikahinya. Setahun aku hidup sekasur dengan ia, selama itu pula aku tak pernah merasakan apa yang dinamakan nikmat seksual.
Walaupun, kata sahabat-teman, malam pertama malam yang paling indah. Padahal untuk aku, malam pertama yakni malam neraka !!!. Rupanya, Burhan, suamiku itu mengidap penyakit diabetes (kadar gula darah yg tinggi), yang amat parah, hingga mengganggu kejantanannya diatas ranjang. Selama lima tahun kami menikah, selama itu pula aku digaulinya cuma dengan mencumbu, mencium, dan meng-elus-elus saja, selebihnya hanya keluhan-keluhan kekecewaan saja. Burhan tak jarang menstimulus dirinya dengan memutar film-film porno yang kami saksikan berdua sebelum melakukan aktifitas seksual. Tapi apa yang terjadi ? Burhan tetap saja loyo, tak sanggup menstimulus penisnya supaya bisa ereksi, tetapi justru saya yang betul-betul betul-betul terstimulasi, konyol sekali. Saya mendapatkan pembelajaran seksual dari film-film yang diputar Burhan. Saya sering kali berkhayal, saya disetubuhi laki-laki jantan. Aku kerap kali menjalankan masturbasi ringan untuk melampiaskan impian seksualku, dengan pelbagai sistem yang kudapat dari khayalan-khayalanku.
Pada suatu hari, Burhan seharusnya terbaring di rumah sakit yang disebabkan oleh penyakitnya itu. Selama hampir satu bulan dia dirawat di RS, saya kian terasa kesepian selama itu pula. Pada suatu hari aku patut pergi menebus obat di sebuah apotik besar, dan wajib antre lama. Selama antre aku jenuh sekali. Tiba-tiba aku ingin keluar dari apotik itu dan mencari suasana segar. Aku pergi ke sebuah Mall dan makan dan minum disebuah restauran. Disitu saya duduk sendiri disebuah pojok. Sebab begitu ramainya restauran itu, sehingga aku mendapat tempat yang belakang dan pojok. Setelah sebagian ketika saya makan, ada seorang si kecil muda ganteng minta ijin untuk bisa duduk dihadapan saya.
Karena mungkin cuma tempat duduk itu yang satu-satunya masih tersisa. Ia ramah sekali dan sopan, penuh senyum. Singkat cerita, kami berkenalan, dan ngobrol ngalor-ngidul, sampai suatu waktu, dia membuka identitas dirinya. Ia masih bujang, orang tuanya tinggal di luar negeri. Di Jakarta ia tinggal bersama adik perempuannya yang masih di bangku SMU. Hampir satu jam kami ngobrol. Dalam saat obrolan itu, saya memberikan kartu namaku komplit dengan nomor teleponnya. Cowok itu namanya Ronald, badannya tegap tinggi, kulitnya sawo matang, macho tampaknya. Sebelum kami berpisah, kami salaman dan janji akan saling menelpo kemudian. Sewaktu salaman, Ronald lama menggenggap jemariku seraya menatap dalam-dalam mataku diiringi dengan sebuah senyum manis penuh arti. Aku membalasnya, tidak keok manis senyumku. Kemudian kami berpisah untuk kembali kekesibukan masing-masing. Dalam perjalanan pulang, saya kesasar telah tiga kali.
Sewaktu aku nyetir kendaraan beroda empat, pikiranku kok selalu ke si kecil muda itu ? kenapa cuma untuk jalan pulang ke kawasan perumahanku aku nyasar kok ke Ciputat, lalu balik kok ke blok M lagi, langsung terus jalan sambil mengkhayal, eh…..kok aku telah dikawasan Thamrin. Apes banget !!! Namun Ok lho ?! Sudah satu minggu umur perkenalanku dengan Ronald, tiap-tiap hari aku merasa rindu dengan ia. Suamiku Burhan masih terbaring di rumah sakit, namun kewajibanku mengurusi Burhan tak pernah absen. Saya memberanikan diri menelpon Ronald ke HP nya. Ku katakan bahwa aku kanget banget dengan ia, demikian pula ia, sama kangen juga dengan aku. Kami janjian dan ketemu ditempat dulu kami bersua. Ronald mengajak aku jalan-jalan, aku menolak, takut diperhatikan orang yang ketahui dengan aku. Walhasil kami sepakat untuk ngobrol di daerah yang aman dan sepi, yakni; ” Hotel”. Ronald membawa saya ke sebuah hotel berbintang. Kami pergi dengan mobilnya dia. Sementara mobilku ku parkir di Mall itu, demi keamanan privacy. Di hotel itu kami mendapat kamat di lantai VII, sepi memang, namun suasananya hening, syahdu, dan romantis sekali. ” Kau kerap kali kemari ?” tanyaku, ia menggeleng dan tersenyum. ” Baru kali ini Tante ” sambungnya. ” Jangan panggil saya tante terus dong ?! ” pintaku.
Lagi-lagi ia tersenyum. ” Baik Yulia ” katanya. If you adored this short article and you would certainly such as to receive more details pertaining to streaming bokep kindly visit our web site. Kami saling memandang, kami masih berdiri berhadapan di depan jendela kamar hotel itu. Kami saling tatap, tidak sepatahpun ada kata-kata yang keluar. Jantungku semakin berdebar keras, logikaku mati total, dan perasaanku kian tidak karuan, bercampur antara bergembira, haru, sedap, romantis, takut, ah…..jenis-macamlah!!!. Tiba-tiba saja, entah sebab apa, kami secara beriringan saling merangkul, memeluk erat-erat. Ku benamkan kepalaku di dada Ronald, semakin erat saya dipeluknya. Kedua lenganku melingkar dipinggangnya. Kami masih diam membisu. Tidak lama kemudian saya menangis tanpa diketahui Ronald, air mataku hangat membasahi dadanya. ” Kamu menangis Yulia ? ” Tanyanya. Aku membisu, isak tangisku kian serius. ” kanapa ? ” tanyanya lagi. Ronals menghapus air mataku dengan lembutnya. ” Kamu menyesal kemari Yulia ?” tanya Ronald lagi. Lagi-lagi saya membisu. Akibatnya aku menggeleng. Dia menuntunku ketempat tidur. Saya berbarin di komponen pinggir ranjang itu. Ronald duduk disebelahku sambil membelai-belai rambutku. Wah….rasanya selangit banget !.
Aku menarik tangan Ronald untuk mendekapku, ia berdasarkan saja. Saya memeluknya erat-erat, lalu ia mencium keningku. Tampaknya dia sayang padaku. Ku kecup pula pipinya. Gairah sex ku kian membara, maklum sekian tahun aku cuma dapat menyaksikan dan menyaksikan saja apa yang dinamakan ” penis” semnatar belum pernah saya merasakan nikmatnya. Ronald membuka kancing pakaiannya satu persatu. Kutarik tangannya untuk memberi isyarat agat dia membuka kancing busananku satu persatu. Ia berdasarkan. Semakin dia membuka kancing busanaku semakin terangsang saya. Dalam sekejap saya telah bugil sempurna ! Ronal memandangi tubuhku yang putih mulus, tidak henti-hentinya ia memuji dan menggelengkan kepalanya pertanda kekagumannya. Langsung diapun dalam sekejap sudah menjadi bugil. Aduh……jantan sekali dia. Penisnya besar dan ereksinya demikian itu keras tampaknya. Nafasku kian tidak beraturan lagi.
Ronald mengelus payudaraku, lalu……mengisapnya. Oh…..nikmat dan aku terangsang sekali. Ia menciumi bagian dadaku, leherku. Aku tidak kalah kreatif, ku pegang dan ku elus-elus penisnya Ronald. Saya terbayang semua adegan yang pernah ku saksikan di film porno. Saya merunduk tanpa sadar, dan menghisap penisnya Ronald. Masih kaku memang gayaku, tetapi lumayanlah buat pemula. Dia menggelaih tiap-tiap kujilati kepala penisnya. Jari jemari Ronald mengelus-elus kemaluanku, bulu memekku di elus-elus, kadang kala manarik-nariknya. Semakin terstimulus saya. Basah tak karuan sudah vaginaku, disebabkan oleh emosi sex yang meluap-luap.
Aku lupa segalanya. Akhirnya, kami sama-sama mengambil posisi ditengah-tengah ranjang. Aku berbarimng dan membuka selangkanganku, siap posisi, siap digempur. Ronald memasukkan penisnya kedalam vaginanku, oh….kok sakit, perih ?, aku membisu saja, tetapi makin lama makin enak. Dia terus menggoyang-goyang, saya kadang kala meladeninya. Hingga….cret…cret…cret…air mani Ronald tumpah muncrat di dalam vaginaku. Sebetulnya saya sama seperti dia, kayaknya ada yang keluar dari vaginaku, tapi aku sudah duluan, malah sudah dua kali saya keluar. Astaga, setelah kami bangkit dari ranjang, kami lihat darah segar menodai seprei putih itu. Aku masih perawan !!! Ronald kebingungan, aku kebingungan. Akhirnya saya teringat, dan kujelaskan bahwa selama saya menikah, aku belum pernah disetubuhi suamiku, karena ia impoten yang disebabkan oleh sakit kencing manis. ” Jadi kamu masih perawan ?! ” Tanyanya heran. Aku menjelaskannya lagi, dan dia memeluk aku penuh rasa sayang dan kemesraan yang dalam sekali. Kami masih bugil, saling berangkulan, tubuh kami saling merapat. Saya mencium bibir nya, pertanda sayangku pula. Harus kegadisanku ini milik suamiku, mengapa seharusnya Ronald yang mendapatkannya? Ah….bodo benar-benar ! aku juga keder ! Hampit satu hari kami di kamar hotel itu, telah tiga kali saya melaksanakan relasi sex dengan buah hati muda ini.
Tidak seluruh gaya bisa ku praktekkan di kamar itu. Aku belum berpengalaman ! Tampaknya dia juga demikian itu, selalu tak tahan lama !! Namun lumayan buat pemula . Setelah istirahat makan, kami tudur-tiduran sambil ngobrol, posisi masig dengan busana sekedarnya. Menjelang petang aku bergegas ke kamar mandi. membrsihkan tubuh. Ronald juga ikut serta mandi. Kami mandi bersama, trkadang saling memeluk, saling mencium, mengakak, pun sedikit bergurau dengan mengelus-elus penisnya. Dia tidak keok kreatif, dimainkannya puting payudaraku, saya terstimulasi……dan…….oh,….kami menjalankannya lagi dengan posisi berdiri. Tubuh kami masih berair dan penuh dengan sabun mandi. Oh nikmatnya, aku mengerjakan persetubuhan dalam situasi cewe hamil bugil basah di kamar mandi. Ronal agak lama mengerjakan senggama ini, maklum sudah berapa ronde ia malakukannya,. kini dia kelihatan menonjol sedikit kerja keras. Dirangsangnya aku, diciuminya bagian luar vaginaku, dijilatinya tepinya, dalamnya, dan oh….aku menggeliat kenikmatan.
Akupun tidak ingin kalah usaha, ku kocok-kocok penis Ronald yang sudah tegang membesar itu, ku tempelkan ditengah-tengah kedua payudaraku, kumainkan dengan kedua tetekku mengikuti adegan di blue film VCD. Tak kusangka, dengan adegan seperti itu, Ronald kapabel memuncratkan air maninya, dan menyemprot ke arah wajahku. Aneh sekali, saya tidak jijik, pun aku melulurkannya kebagian muka dan kurasakan nikmat yang dalam sekali. ” Kamu curang ! Belum apa-apa telah keluar !” Seruku. ” Sorry, enggak tahan….” Jawabnya. Kutarik ia dan kutuntun ****** ronal masuk ke memekku, kudekap ia dalam-dalam, kuciumi bibirnya, dan kugoyang-goyang pinggulku sejadinya. Ronald diam saja, nampak ia agak ngilu, melainkan tetap kugoyang, dan ah….saya yang puas kali ini, hingga tak sadar aku mmencubit perutnya keras-keras dan saya separuh berteriak kenikmatan, terasaada sesuatu yang keluar di vaginaku, aku telah sampai klimaks yang paling nikmat.
Setelah selesai mandi, berdandan, baru terasa alat vitalku perih. Mungkin karena saya terlalu bernafsu sekali. Sesudah semuanya beres, sebelum kami meninggalkan kamar itu untuk pulang, kami sempat saling berpelukan di depan cermin. Tak banyak kata-kata yang kami bisa keluarkan. Kami membisu, saling memeluk. ” Saya sayang kamu Yulia ” Terdenga bunyi Ronald setengah berbisik, seraya dia menatap wajahku dalam-dalam. Saya masih bisu, entah mengapa bisa begitu. Diulanginya kata-kata itu sampai tiga kali. Aku masih membisu. Tidak kuduga sama sekali, saya meneteskan airmata, terharu sekali. ” Saya juga sayang kamu Ron ” Kataku lirih.” Sayang itu bisa kekal, namun cinta sifatnya bisa sementara ” Sambungku lagi. Ronald menyeka air mataku dengan jemarinya. Saya terlihat bodoh dan cengeng, kenapa saya bisa tunduk dan pasrah dengan anka muda ini ? Sesudah puas dengan adegan perpisahan itu, langsung kami melangkah keluar kamar, sesudah check out, kami menuju Blok M dan kami berpisah di pelataran parkir. Saya sempat mengecup pipinya, ia juga membalasnya dengan mencium tanganku. Ronald kembali kerumahnya, dan aku pulang dengan gejolak jiwa yang sungguh-sungguh benar-benar berkecamuk tak karua.
Rasa sedih, senang, puas, cinta, sayang dan sebaginya dan sebagainya. Dikala menjelang halaman rumahku, saya terkejut sekali, banyak orang berkumpul disana. Astaga ada bendera kuning dipasang disana. Aku mulai gugup, dikala saya kemuar dari mobil, kudapati keluarga mas Burhan sudah berkumpul, ada yang menangis. Ya ampun, mas Burhan suamiku telah dipanggil Yang Kuasa. Aku sempat dicerca pihak keluarganya, kata mereka saya sulit dihubungi. Karuan saja, HP ku dari sejak di Hotel kumatikan sampai aku dirumah belum kuhidupkan. Kulihat mas Burhan sudah terbujur kaku ditempat tidur. Dia pergi untuk selamanya, meninggalkan aku, meninggalkan semua kekayaannya yang melimpah ruah. Sekarang aku jadi janda kaya yang kesepian dalam arti yang sebenarnya. Tiga hari kemudian aku menghubungi Ronald melalui HP, yang menjawab seorang perempuan dengan suara lembut. Saya sempat panas, melainkan aku berupaya tak cemburu. Aku memperoleh penjelasan dari wanita itu, bahwa dia adik kandungnya Ronald. Dan dibeberkan pula bahwa Ronald telah berangkat ke Amerika secara mendadak, karena dipanggil Papa Mamanya untuk urusan penting.
Kini saya telah kehilangan kontak dengan Ronald, sekaligus akan kehilangan dia. Saya kehilangan dua orang laki-laki yang pernah mengisi hidupku. Sejak saat itu sampai kini, aku senantiasa merindukan laki-laki macho seperti Ronald. Telah tiga tahun aku tidak ada kontak lagi dengan Ronald, dan selama itu pula saya mengisi hidupku hanya untuk shopping, jalan-jalan, nonton, ah…variasi-macamlah. Yang paling konyol, aku menjadi pemburu buah hati-anak muda ganteng. Banyak sudah yang kudapat, mulai dari Gigolo profesional sampai buah hati-si kecil sekolah amatiran. Tapi kesanku, Ronald tetap yang terbaik !!! Dalam kesendirianku ini . . . Segalanya dapat berubah .. . Selain, Cinta dan kasihku pada Ronad, Saya konsisten menunggu, sekalipun kulitku sampai kendur, mataku lamur, usiaku uzur, ubanku bertabur, dan sampai masuk kubur, Oh….Ronald, kuharap engkau membaca kisah kita ini. Ketahuilah, bahwa saya sekarang menjadi maniak seks yang luar biasa, hanya engkau yang bisa memuaskan aku Ron ?