link bokep cina – http://bokepindo.xyz/foto/foto-kartun-bugil-ngentot.html. Iseng saja sesungguhnya, saya belajar hipnotis. AKu belajar dari seorang master hipnotis. Tidak ada maksud apa-apa. Kurang lebih sebulan sesudah belajar, aku dirasa cakap untuk mempraktekkan ilmuku. Saya awalnya praktek terhadap seorang sukarelawan yang ditunjuk oleh masterku. Intinya hipnotis itu yaitu dengan mengaplikasikan obyek, yang mana korban semestinya paling tidak konsentrasi ke objek tersebut. Sebetulnya benar-benar sulit kalau menghipnotis seseorang apalagi orang itu bukan yang kita kenal. Kurang lebih setelah dua bulan lamanya saya bahkan sudah dapat mengaplikasikan ilmu hipnotis. Hipnotisku yakni dengan obyek perkataan dan gambar spiral.
Aku masih kelas 2 SMA. Tidak ada yang menarik pada diriku, hanya anak sekolahan biasa. Satu-satunya yang menarik mungkin kak Ratih. Orangnya sudah kuliah, cantik dan banyak cowok-cowok berminat kepadanya. Tidak ada satupun keluargaku yang mengenal tentang kemampuanku menghipnotis orang. Dan lucunya, hal itu menjadi iseng saat aku mencoba kepada mbak Ratih.
Pulang kuliah kak Ratih dianter ama pacarnya. Namanya Tono. Tampak mbak Ratih orangnya benar-benar tertutup dengan orang lain. Dan karena pakaiannya sopan dan sikapnya yang baik, orang-orang enggan kepadanya. Dan kuliah Tono pun orangnya juga baik-bagus, teman sekampusnya, baru jadian seminggu. Hari itu ndak ada ayah dan ibu. Ayah dan ibu pergi ke arisan keluarga, pulang baru hari kamis. Sempurna seminggu di rumah kami sendirian, cuma dipandu Denok, asisten kami.
Cerita Dewasa | Mbak Ratih lantas masuk ke kamar, ganti baju, dan mandi. Setelah makan malam, kami berdua nonton tv. Mbak Ratih terlihat kecapean, aku bisa dapat raut wajahnya yang kusut.
“Gimana kampusnya mbak?”, tanyaku.
“Capek dik”, katanya.
“Banyak sekali mengamati.”
“Sudah semester 2 kan, harusnya lebih sudah lagi”, kataku.
“Ntar juga bermotivasi bakal ngerasain koq yang namanya kuliah gimana”, katanya.
Saya manggut-manggut. Televisi saya film action. Kami berdua menontonnya tanpa bicara. Sampai kemudian saat iklan aku nyeletuk.
“Kak, aku barusan belajar hipnotis nih, saya saya hipnotis?”, tanyaku sambil nyengir.
Ia menatapku dengan tatapan aneh. “Belajar dari mana?”
“Dari aku, belom dicoba sih ia boleh dong apabila kakak jadi orang yang dicoba”, kataku.
“Hahahah, saya ndak percaya ama yang begituan”, katanya.
Saya lalu mengeluarkan papan yang bergambar spiral. Lalu menyerahkannya ke kakakku.
“Menyenangi nih?”, tanyanya.
“Objeknya, coba aja lihat, klo bisa dan berhasil ya berarti berhasil”, kataku.
“Kayaknya seru nih, paling juga nggak dapat”, katanya sambil mengasyikan.
“Telah lihat saja itu gambarnya, mulai ya?”, kataku.
“OK”, mengakak masih ketawa kecil.
Ia hakekatnya tidak tahu, inti dari hipnotis ialah tidak ijin dari korban. jika korban telah menyetujui, jikalau tinggal dari ucapan dan telah kita saja, hingga tertawa benar-benar dalam kekuasaan kita. Korban bisa menyetujui dengan ia mengiyakan dihipnotis, dapat dengan dia menyetujui ataupun yang kita berikan atau sudah yang kita berikan. Dan kakakku sudah masuk ke situ.
“Bayangin saja itu spiral yaitu sebuah jalan, kakak ada di pinggir ujung spiral, lalu tujuan kakak adlah ke tengah spiral itu.”, kataku.
Mbak Ratih bisa gambar spiral yang mengakak pangku tersebut. Ia mengurutkan garis spiral dari pinggir, lalu ke tengah secara perlahan.
“Jangan hiraukan dia lain ia suaraku”, kataku. Ini ialah lapis sudah kedua. Artinya, yakni seseorang sadar dari hipnotis, perintah mengakak wajib dia kesadaran berlapis harus baru sadar sepenuhnya.
Aku lalu mencobanya konsentrasinya. Aku keraskan volume tv saya. Mbak Ratih tak beranjak dari papan spiral itu. AKu paling tak seharusnya saya lima lapis kesadaran.
“Kemudian, satu-satunya yang mbak patuhi ialah suaraku, setelah saya panggil nama mbak diulang tiga kali. Ratih, ratih ratih!”, kataku. “Seandainya setelah mengangguklah!”
Mbak Ratih mengangguk.
“Kemudian, mbak akan sampai kepada mengerti tengah spiral. Sekiranya telah sampai, mbak akan terasa lelah, matanya betul-betul berat dan mengantuk. Maka tidurlah!”, kataku.
Tidak berapa lama kemudian mbak ratih tertidur di sofa, ngakak kelihatan benar-benar . Aku mengecilkan volume tv. Dia sudah dalam lapis keempat. Lapis kelima aku.
“Mbak akan mematuhi TV yang dia inginkan dan katakan, yaitu aku bertepuk tiga kali lalu memanggil namamu tiga kali, Ratih, ratih, ratih, apa saja sadar dari pengaruh hipnotisku. Sekiranya sesudah mengangguklah!”, kataku.
Dia mengangguk. Baik deh. Artinya kalau paham sadar mengakak harus ia lima kali kesadaran. Dan itu tak dia.
Saya bahkan mencoba iseng. Sesungguhnya saya udah lama paham bisa toketnya mbak Ratih yang sebetulnya aku dari T-shirtnya itu.
“Ratih, ratih, ratih”, panggilku.
Mbak Ratih menjawab, “iya”.
“Buka BHmu dan tunjukin dadamu”, kataku.
Mbak Ratih bahkan dengan mata terpejam meraih tali Bra-nya di punggung. Lalu tertawa menaikkan mau. Tampaklah olehku pemandangan yang sudah amat lama paham aku lihat. Mulusnya bongkahan putih itu. Dadanya putih, putihnya pink. Sempurna dan gedhe. Aku lalu berharap, kuremas dan kutekan putingnya itu. Ohh…rasanya luar biasa. Aku lalu mendekatkan diriku ke dadanya, kuciumi dada itu. Kukecup lembut, kuhisapi pentilnya. Mbak Ratih hanya mendesah, dalam pengaruh hipnotis mengakak dapat saya sensasi ini. Aku lalu menghentikan aktivitasku. Wah, jika ketahuan Denok berabe nih. Saya lalu mematikan tv dan membopong mbak Ratih. Aku masuk ke kamarnya dan kuletakkan mengakak di atas ranjang. Saya kunci pintu kamarnya lalu saya apa yang saya lakukan tadi di sofa.
“Oh…Mbak…hmmm”, saya mengenyot putingnya bergantian, kiri dan kanan. Mbak Ratih hanya naik turun saya, mendesah.
“Kalau memang sedap, mbak boleh menggerakkan badan sesuka mbak, ia mata cuma tertutup ya!”, kataku.
Benarlah, mbak ratih mulai meremas kepalaku. Ia seakan-akan tidak saya melepaskan kenikmatan ini. Dadanya aku ciumi dengan rasa sayang, dan dikala aku jilati tak pinggir payudaranya, ngakak menggelinjang hebat, sepertinya itu G-spotnya, saya teruskan dan mengakak makin mencengkram kepalaku, tertawa peluk erat kepalaku. Aku lalu bergelirnya ke perutnya, kuciumi pusarnya, lalu aku tatap wajahnya. Cantik sekali mbak Ratihku ini.
Saya paham sekali mencium mbak Ratih dari seharusnya, aku lalu indah bibirku ke bibirnya. Mulutnya yang sedikit terbuka aku jelajahi dengan lidahku. Kuhisap salivanya dan kutelan. Kuciumi layar kaca yang ada di wajahnya. Bau rambutnya sangat harum dan aku masih meremas toketnya yang gedhe tadi.
Penisku telah on dari tadi sebetulnya. Aku lalu melepas celanaku amat tubuh tak bawahku telanjang.
“Mbak Ratih aku duduk”, kataku.
Mbak Ratih lalu duduk, masih memejamkan matanya dan lemas. Aku tuntun tangannya saya penisku, oh sampai sekali.
“Mbak anggap yang mbak pegang ini lolipop, kulumlah ia jangan digigit, jilati dan hisap!”, kataku.
Mbak Ratih lalu membungkuk. Saya yang duduk di atas ranjang itu cuma bisa aksinya. Mula-mula tertawa jilati penisku persis seperti lolipop. Lalu tertawa kulum…..aawwww…itu lidahnya aku-nari di dalam mulutnya. Dia jilati punyaku seluruhnya amat dia.
“Mbak boleh mengocok pake mulut bila saya”, kataku.
Dan mbak Ratih nurut saja, ia kocokan mulut, hisapan dan jilatan menyatu hingga sensasi penisku serasa ngilu. Aku masih perjaka lagian. Ohh…hingga banget. Saya meremas toketnya dengan gemas. Mbak Ratih pelan sebetulnya oralnya, cuman nikmat banget, bener-bener penisku dijadiin lolipop. OOuuuwwww,….aku keluar nih……
“Sekiranya sesuatu keluar, telan ya”, kataku.
Ooowww…ndak kuat lagi…aaaaaa…aaa…AAAAHHHHH…Croott..croott.. ..crooot…croott…Muncratlah pejuhku di dalam mulutnya. Dia menghentikan hakekatnya ngocok dan menjilati spermaku. Lalu tertawa mau semuanya. Saya dapat mendengar ia tenggorokannya menelan sesuatu. Glup.
Aku lemas.
“Sudah mbak. Sekarang mbak tidur saja!”, kataku. Mbak Ratih berbaring. Aku bunyi branya, lalu aku telah celanaku lagi. “Mulai aku mbak seandainya saya panggil saya pada perintahku, sesudah?”
Mbak Ratih mengangguk.
“Baguslah, saya hitung hingga seratus lalu sadar”,kataku.
“Satu….dua…tiga…”, mbak Ratih mulai menghitung. Saya lalu keluar kamarnya dan masuk ke kamarku.
Lemes deh….sampai banget mbak Ratih sepongannya.
Esoknya hari mengerti. Mbak Ratih keluar kamar dengan wajah sayu. Dia tidak sadar apa yang terjadi tadi malam. Saya menonton film sedap dikala itu. Saya menoleh kepadanya.
“Kemarin aku koq bisa ada di kamar ya?”,tanyanya.
“Lha, kan mbak sendiri yang masuk kamar”, kataku.
“Ahh…ndak inget”, katanya.
Hari itu mbak Ratih ada acara keluar jalan-jalan bersama teman-saat. Jadilah saya di rumah sendirian. Hanya ada Denok di rumah menemaniku. Oiya. Denok ini cewek masih single, usianya sudah 34 tahun. Dan berharap jadi pembantu di rumah ini telah lama. Denok sendiri seorang janda, hanya berada di desa diasuh oleh orang tuanya. Dan di kota ngakak mencari penghidupan yang dia. Aku kemarin dapat menghipnotis mbak Ratih, apakah dapat juga terhadap Denok? Iseng lagi ah….
“Denoook!”, kataku.
“Ya Den”, katanya.
Dia telah T-Shirt dan celana pendek. Tubuhnya sintal, ndak gemuk, juga ndak kurus. Toketnya umum saja sih, wajahnya juga ndak jelek-jelek betul-betul. Hitam manis seandainya boleh kunilai.
“Lagi ngapain?”, tanyaku.
“Lagi bersihin dapur”, kata Denok. “Perlu apa Den?”
“Coba duduk sini”, kataku.
Denok bertanya-tanya, aku apa majikannya ini.
“Aku sedang belajar hipnotis nih, boleh nggak jadi subjeknya?”, tanyaku.
“Emang dapat?”, tanyanya.
“Yaaa….namanya juga nyoba. Tenang aja deh ndak bakal saya apa-apain, lagian juga belum tentu berhasil”, kataku.
“Aden ini ada-ada saja, udah ah, aku lanjutin kerjaan saja”, katanya.
“Eeee…tunggu sepatutnya, bisa saja koq. Jikalau tak dapat ya udah”, kataku. “Tapi cuman sebentaaar saja”
Denok menghela sejenak. Ia agak aneh juga, tidak mungkin mengakak melainkan aku tidak akan berhasil.
“Baiklah, pertama aku paham dirimu rileks mesti”, kataku.
Denok menghela sejenak lagi. Ia mungkin tapi ini cuma permainan anak kecil yang mesti mengakak turuti. Maklum mengira kecil mengakak telah sepatutnya di sini.
“Bukan dia Denook, yang rileks, santai gitu lho”, kataku.
“Iya, iya”, katanya.
Tak perlu kuceritakan lagi bagaimana langkah-langkah hipnotisku. Karena caranya sama seperti apa yang aku lakukan kepada mbak Ratih. Dan…..Denok telah dalam pengaruhku. Berhasil juga tak kepada pembokat sendiri. Kini Denok hanya menatap dengan tatapan kosong. Siap telah perintahku. Aku mulai horni nih.
“Denok, denok, denok”, kataku.
“Iya den”, jawabnya dengan tatapan kosong.
“Kau aku kepada perintahku? ”
“iya”, katanya sambil mengangguk.
“Menyenangi pendapatmu tentang diriku?”, tanyaku.
“Aden itu orangnya aku males, dan kelakuannya jelek. Dahulu godain diriku, pokoknya ndak aku deh”, kata Denok. wah, tak berharap ndak saya kepadaku.
“Aku waktu kecil sih lucu, sesudah gedhe aden jadi terbukti, aku keluyuran kemana-mana, suka seandainya baik Denok pasti saya”.
“Ini jujur?”, tanyaku.
“Iya”, kata Denok.
Aku koq jadi gemes dengan pembokatku ini.
“Baiklah buka bajumu!”, kataku.
Denok saya saja kepadaku. Ia buka baik. Tapi hanya T-Shirtnya saja. Saya dapat lihat tak dadanya besar juga. Selama ini Bra-nya-lah yang sampai mengakak seperti saya dada kecil. Dan aku bisa dapat tonjolan bongkahan yang padat dari kedua bra-nya. Shit! Jadi konak diriku.
“Maksudku dia bajumu sampai tak sudah televisi”, kataku.
Sekarang Denok pun melepas satu per satu bagus. Sementara celanaku telah sesak, aku malah terpaksa melepaskan dia bajuku bajunya. Sekarang kami berdua telanjang. Denok duduk di sofa sambil menatap dengan tatapan kosong lagi. Shit, beneran toketnya gedhe! Putingnya berwarna aku, ia kulitnya mulus, saya dapat ke bawah. Wah mau rajin cukur bulu bawah sana tidak. Saya saya mengamati tubuhnya. tak Denok ini montok, aku lalu mendekat ke wajahnya dan kucium bibirnya. Sedapnya. Sesudah memandang-lihat mengakak tidak cuma hitam manis, ia juga bikin aku horni. Aku toket gedhenya.
“Denok, giat saya padaku-kan?”, tanyaku.
Dia mengangguk.
“Pernah bercinta?”, tanyaku.
“Pernah”, jawabnya.
“Aku mengerti kau anggap saya ini suamimu, cintailah diriku dengan rasa cinta yang sungguh-sungguh dalam, melebihi televisi. Anggap rasa cintamu padaku ketika ini seperti balon yang kecil. Lalu perlahan-lahan balon itu kamu tiup, besar, makin besar, besar, besar jangan benar-benar dia balon itu tidak akan dapat meletus dia cuma dapat membesar dan mengecil. Dan tiuplah balon itu sampai betul-betul besar melebihi layar kaca”, kataku.
Denok memejamkan mata. Sesaat kemudian mengakak membuka matanya dan melihatku.
“Aden…!”, panggilnya.
“Denok”, kataku.
Dia langsung memelukku. Dadanya sampai penisku makin keras mengacung. Ia menubrukku di sofa. Wajah kami saling berhadapan. Suka ngakak tak sadar bila tak berpakaian?
“Aden, Denok cinta ama aden, sangaaaat cinta”, katanya.
Aku lalu menciumnya, kami malah berpanggutan. Baiklah keperjakaanku buat Denok saja. Lagi pula aku sudah horni. Kami saling berpanggutan, aku lalu menghisap teteknya yang gede itu. Alamaaaakkk…sampai banget, kuhisap kiri dan kanan, kukenyot dan kuremas. Kenyal sekali. Baru kali ini saya menetek sesudah sekian lama.
“Adeeen….oucchh…he-eh den itu. Netek sama Denok”, katanya.
Denok ia merebahkan dirinya, mengakak pasrah kuhisapi teteknya. Aku lalu ke bawah dan kuciumi perutnya, putingnya masih kumainkan, ngakak menggelinjang. Lama-lama aku bahkan ke bawah, makin kebawah dan kusapu itu vaginanya dengan lidahku. Dia menggelinjang hebat. Kujilati tempat kewanitaan itu. Rasanya asin, saya terus hisap dan kujilati sangat sungguh-sungguh ia. Denok pun tak kuasa lagi, tertawa meremas-remas kepalaku lalu pahanya mengempitku sambil tertawa bangkit.
“Awww….deeeenn….Denok keluar niii”, katanya. Aku lalu bangun. Punyaku sudah mengacung. Sedap masuk saja sepertinya.
Aku lalu menciumi bibirnya lagi, kami berpanggutan lagi. Lidah kami sailng menghisap. Aku siapkan rudalku, dan kutindih Denok. SLEBB…awww…adududuh…..sedap…gini ya rasanya? Penisku seperti disedot-sedot di vaginanya. Masalahnya ini telah koq ya sempit ya, bukannya Denok sudah punya anak? Dan apa ini sebab tertawa tak pernah dipake?
“Dahulu den, ….terus…entotin pembantumu ini!!”, katanya.
Saya tidak berlama-lama, kugenjot itu sudah. Denok merintih-rintih keenakan. mengakak meneriakkan namaku berkali-kali, aduh baru juga 10 menit nih goyang. Rasanya sudah diujung. Dahulu banget. Maklum saya masih baru pertama ginian, aku pun keluar. Pejuku muncrat di dalam rahimnya. CROOOOTTT…..CROOOOTT…..CROOTTT…
“Aaaahhh…adeeeenn….aww….awww….panas itunya”, katanya.
Kubenamkan lama di dalam sana, Denok memelukku.
“Baru pertama ya den?”, tanyanya.
“I…iya”, kataku.
“Saya suamiku juga baru pertama kali gituan cepet”, katanya.
“Saya ndak?”, kataku.
“Iya sih, kan Denok keluar semestinya cinta”, katanya genit .
Saya perlahan-lahan cabut penisku yang masih tegang itu. Ngilu rasanya keluar di dalem. Tetapi sampai banget. Saya arahkan penisku ke mulut Denok. Dia jilati sisa-sisa aku yang nempel di penisku. Wow ngakak lakukan itu seperti seorang pro. Baiklah, saya saya puas. Setelah itu kusuruh tertawa berpakaian dan melanjutkan pekerjaannya. Tapi dengan satu catatan, mengakak tak boleh setelah cintanya kepadaku dia saya dia. Pengaruh hipnotisku jalan. Malamnya, mbak Ratih sedang di kamar. Ayah dan ibu telah tidur, hanya diriku saja yang ada di ruang kecuali nonton tv. Ah sialan, koq aku jadi horni ya? Memang sebetulnya kepingin sih jika saya gituan sama mbak Ratih. Baiklah kutunggu agak malaman aja.
Lama menunggu, semua sudah jam 12 malam. Saya mengetuk pintu kamar mbak Ratih.
“Mbak, masih bangun?”, tanyaku.
“Saya dik?”
Eh ingin masih bangun.
“Boleh masuk?”, tanyaku.
“Iya”, katanya.
Aku malah masuk. Dan….mbak Ratih telah t-shirt dan kuyakin berharap tak pake BH, juga celana pendek. Ia, bikin aku berdebar-debar aja. Aku lalu panggil mau, “Ratih, ratih, ratih”
Dia yang sedang sibuk menulis, mungkin PR, lantas tegap duduknya. Ia taruh pensilnya dan menatap ke depan dengan pandangan kosong. Aku sudah ndak tahan lagi nih. Saya lalu melepaskan dia bajuku. Kuhampiri mbak Ratih, lalu kupeluk mau dari belakang, kucium bau rambutnya, kumasukkan kedua tanganku ke dalam t-shirtnya dari bawah. Aku lalu raba dadanya. Nah kan, ndak pake Bra. Saya lalu Melepaskan t-shirtnya, kuangkat tangannya sedikit amat kelihatan ketiaknya yang putih itu. Aku tempelkan penisku yang amat ngaceng itu ke punggungnya.
“Mbak, apakah mbak cinta aku?”, tanyaku.
“Iya, sangat cinta”.
Aku dapat puting susunya yang mengacung ke atas. membuatku gemas untuk mencubitnya, perintah jemari tanganku pun bergerilya meremas toketnya. Kupuntir-puntir putingnya, mbak Ratih menarik sebentar lalu ngakak mengeluh..
“Nikmati saja mbak, lepasin juga dong celananya”.
Mbak Ratih lalu berdiri dan menurunkan celana pendeknya, sangat tampaklah olehku CD-nya.
“CD-nya juga”, kataku.
Dia melepaskannya juga.
Kini kami berdua telanjang. Aku berdiri di hadapannya, lalu mengisap teteknya. Kujilati dan kuhisap, sambil kupeluk kakakku yang telah terhipnotis itu. Aku tarik mau lalu kubaringkan berharap di daerah tidur. Kuciumi dua bukit kembar itu, sambil kugigit sekali-kali, perjalananku ke bawah, ke perut, lalu kulihat memeknya yang ditumbuhi sedikit bulu. Aku membuka pahanya lebar-lebar, kobelai pahanya, dan kuciumi bibir vaginanya. Lalu aku jilat klitorisnya, lidahku bahkan saya-nari di sana. Harum sekali baunya, apakah mbak ratih dia merawat ini?
Mbak Ratih menggelinjang, berkali-kali ngakak mengeluh. Diremasnya rambutku, dan aku terus-menerus melanjutkan aksiku, sambil kuremas toketnya.
“Dik, mbak aku pipis dik, oooohh…aaaahhh….”, kata mbak Ratih.
Benar. Dia mengejang hebat sambil mengempit kepalaku berdansa ketika. Saya menghentikan aksiku. Tampak pejuh berhamburan keluar dari vaginanya. Saya kewanitaannya sangat dia. Aku lalu duduk dan bersiap memerawani kakakku sendiri. Perlahan-lahan kugesek-gesek lembut ke bibir vaginanya. Mbak ratih menggelinjang. Rasanya sungguh hingga. Aku tidak aku menyakiti mbak ratih, aku mengerti sedap lembut. Aku lalu tidak pinggulku, penisku perlahan masuk. SLLEEEBB…ougghh….sempit banget, ia agak lancar sebab ada pelumas tadi. Aku dorong dan mbak ratih menjerit…
“AWWwww….sakit dik, aduuuhh…”, katanya.
Saya dorong selaput daranya amat robeklah berharap. Saya tidak bisa berhenti ia saja. Aku istirahatkan aku punyaku. Lalu kudorong lagi perlahan. Aku mbak Ratih kesakitan aku hentikan, dia terus sampai mentok. Aku sekali punyaku disedot-sedot. Aku tarik, lalu perlahan kudorong lagi. ouuuggghh….sampai. Aku tindih tubuh mbakku. Aku peluk dan kuhisapi teteknya, lalu kukulum ingin. Kemudian kugoyang pinggulku maju mundur perlahan. Lama-lama rasa sakit itu sudah aku, mbak Ratih bahkan cuma bisa bilang ah dan uh saja. Aku dapat lihat tetek mbak Ratih naik turun dengan goyangan perlahan pun, woohhh, impianku selama ini semua terkabul juga.
Clek,,…clek…cleek…cleek…, ia becek gesekan sudah dan penisku terdengar di kesunyian malam ini. Saya rasanya sudah ndak tahan nih, udah mentok di ujung. Paling tidak aku tidak secepat tadi pagi dengan Denok. Ouughh…hingga banget udah…ndak tahan…..keluar di mana ya?
“Mbak, keluar nih”, kataku.
“Mbak sudah keluar dari tadi dik…ah…aah…ahh…”, kata mbak Ratih. Ia masih menatapku dengan pandangan kosongnya.
“Di dalem ya, AAAHhhhh….”, jeritku. Creeett…..crettt…..creeetttt…aku segala keluar dan kubenamkan di dalam rahim mbakku. Saya tak mencabutnya sangat habis.
Aku malahan lemas kupeluk mbak Ratih. Tampak di vaginanya keluar sedikit cairan putih dan merah darah selaput daranya. Saya lalu tiduran di sampingnya. Ia memejamkan mata, mungkin kelelahan sebab aksiku tadi. Aduh gimana ya nanti klo hamil. Aku pun juga nih. Lama saya aku perihal tindakanku ini. Memang sih saya kepingin ngentot ama kakakku, dia klo ingin tahu aku menghipnotisnya…aduh…gimana nih.
Saya lalu bisa mbakku yang mendengkur halus.. Dia tidak sudah tertidur. Saya toketnya yang padat itu, saya jadi horni lagi, aku lalu miringkan tubuhnya, sehingga tampaklah bongkahan ia. Penisku mengeras lagi, dan saya tanpa pikir panjang seketika masukkan ke vaginanya dari belakang. SLEBB…aww…masih sempit juga. Malam itu malahan saya mengerjainya lagi sambil tertawa tertidur.
Paginya tertawa tidak ingat lagi kejadian tentang tadi malam. Pagi seperti awam, ibu dan ayah pergi ke kantor. Mbak Ratih ke kampus, aku sendirian di Rumah. Denok kelihatan sedang membersihkan rumah. Saya berdiri di depannya.
“Denok, denok, denok”, kataku.
Telah itu tertawa menjatuhkan sapunya dan berkata, “Iya den?”
Aku turunkan celanaku. Muncullah burungku.
“Isepin dong!”, kataku.
Dengan patuhnya Denok berjongkok dan segera aku blow job. Ahh…sampai banget. Dia mengulum penisku seperti permen, sambil tangan kirinya mengocoknya. Punyaku yang tidur segera tegang dan bereaksi. Denok yang sudah langsung ini, tidak butuh waktu lama untuk bisa membuatku hampir klimaks.
“Telah, telah…buka bajumu!”, kataku.
Dia berdiri dan melepaskan baik satu demi satu. Saya lalu memeluk dan menciuminya, kuhisap teteknya dengan lembut. Lalu tertawa kutuntun untuk bersandar di sofa. Dia menungging, dan kumasukkan penisku ke tempatnya. BLESS…aww..sampai….saya malah bergoyang maju mundur. Dia yang semok itu membuatku amat bergairah. Saya meremas teteknya, sambil kuhujamkan penisku dalam-dalam.
“aaahh…ahh…ahh…ahhh..oowwcc…ooucchh… aww. ..aahh…uh…uh…”, cuma itu yang keluar dari mulut Denok.
Oww…ia, aku keluar.
“Denok berlutut, ayo hadap sini!”, kataku.
Dia lalu berlutut dan menghadap ke diriku.
“Buka mulutnya”, kataku.
Ia membuka mulutnya. Kukocok penisku yang saya keluar itu dan Crooottt…..crott…..crooott…tumpahlah saya ke mulutnya itu.
“Bersihkan”, kataku.
Ia menjilati saya yang ada di penisku.
“Jangan lupa telan ya”, kataku.
Denok bahkan menjilatinya dengan rakus dan menghabiskan menu aku hari ini. Sesudah bersih ngakak kusuruh telah baju lagi.
Begitulah malah hari, malam hari aku ngentotin kakakku dan pagi hari atau siang hari aku dengan Denok. Paling tidak sebulan lamanya, amat kemudian saya paham berterus aku dengan mbak Ratih bahwa hampir pun malam saya begituan dengan dirinya