jennifer lawrence bugil – http://bokepindo.xyz/foto/artis-indonesia-gita-gutawa-bugil.html. Show balet di malam hari jam 20:00 selama setengah jam yang menonjolkan aku sebagai penari utama pada tanggal 31 Desember 2004 di ballroom sebuah hotel, memperoleh sambutan yang meriah. Guru baletku begitu bangga padaku, dia memelukku gembira. Aku malahan demikian, seolah sudah lupa pada gangbang demi gangbang yang membuatku orgasme berkali kali sejak terenggutnya keperawananku pada 18 Desember kemarin. Juga tanggal 24 dimana aku malah wajib datang ke sekolah di malam hari, menyerahkan tubuhku untuk menjadi budak pemuas nafsu dari mereka yang membantai saya seminggu setelah ulang tahunku yang ke 17 itu, yang nanti akan kuceritakan juga.
Bahkan tadi pagi saya masih wajib melayani sopirku dan kedua pembantuku di kamarku sendiri. Mereka mulai menggilirku sepuas puasnya semenjak jam 4 pagi sampai saat kokoku pulang dari rumah sahabatnya untuk makan siang sekitar jam 12, seolah tak rela nanti saya akan menginap di vila keluarga di tretes selama sebagian hari bersama keluargaku sepulang show balet ini. Mereka menggilirku dengan liar sekali, orgasme demi orgasme wajib kulalui berkali kali sehingga betisku terasa semacam itu pegal, dan masih sangat terasa ketika latihan final sore tadi.
Untung saja saya ditemani kokoku ke tempat latihan balet, yang lalu meninggakan saya yang masih betul-betul lemas untuk menjemput ortu yang akan sampai di bandara Juanda sejenak lagi. Aku tak yakin apa aku masih bisa menyetir dengan rasa pegal ini. Tapi semua ragam capai sudah tidak kurasakan lagi, sekarang saya sedang tersenyum bersuka cita, karena show ini demikian itu suksesnya, hingga hingga semua penonton termasuk di antaranya papa, mama dan kokoku, melakukan standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri) ketika kami menutup acara dengan membungkuk menghormat pada para tetamu dan meninggalkan panggung ini.
“Eliza, kau hebat sekali malam ini. Kamu memang ballerina yang berbakat baik sekali. Sukses ini semua berkat penampilanmu yang begitu cantik. Terima beri ya Eliza”, kata guru baletku yang memegang tanganku dengan mata berbinar binar, membuatku tersenyum malu sekalian bersuka ria mendapat pujian setinggi langit ini.
“Cie Vira, teman sahabat juga hebat deh, semua hari ini luar biasa, jadi bukan cuma karena saya saja cie”, aku menentang, namun sahabat temanku memelukku dengan berbahagia, seluruh berkata senada jika tadi itu saya semacam itu total di atas pentas, dan memberiku selamat, yang cuma dapat kubalas dengan ucapan terima kasih dan tersenyum bersuka cita. Sesudah Cie Elvira memberikan sambutan penutup show balet ini, kami dibolehkan pulang, dan segala saling berpamitan bersuka ria, tahun baru akan langsung tiba.
Aku menghambur ke orang tuaku yang sudah menungguku dengan bangganya. Cie Elvira kulihat kembali ke tempat duduk penonton, bergandeng tangan mesra dengan suaminya. Teman temanku juga telah berkumpul dengan keluarga masing masing, ada yang memutuskan kembali ke kursi penonton untuk menikmati acara berikutnya hingga jam 10 malam nanti seperti Cie Elvira dan suaminya, ada juga yang sepertiku yang seketika meninggalkan daerah ini.
Kini bersama dengan kedua ortuku dan kokoku kami menuju ke tretes, ke vila yang penuh kenangan masa kecilku dan juga kokoku. Tidak pernah terbayang sekiranya ternyata satu hari setelah hari ini dan esok hari lusa vila itu akan menambahkan kenangan yang special buat diriku. “El, kamu masih ingat adiknya papa yang kerja di Jakarta?”, tanya papaku membuyarkan lamunanku.
“Ingat Pa, yang baru punya buah hati itu kan?” tanyaku balik. “Iya. Kayaknya telah nunggu kita di vila, dia juga datang”, sambung papaku membuat aku hampir berteriak karena gembira, “Sungguh pa? si Vincent diajak nggak pa?” tanyaku antusias. “Ya, juga Stanley. Lengkap pokoknya. Hahaha kau kok segitu senangnya El? Pantas si kecil buah hati kecil itu sayang sama kamu”, goda papaku waktu memperhatikan aku merapatkan tanganku dan tersenyum bersuka cita.
Mamaku mencubit pipiku gemas, “Nanti kalo telah ketemu mereka, segala dilupakan. Sesudah diperdulikan hanya kedua buah hati itu”. Kokoku yang menyetir menambahkan, “Iya, mungkin gara gara mama gak nambah adik lagi buat meme nih”. Saya mengakak kecil, dan kami bergurau selama perjalanan ke vila sehingga tanpa terasa kendaraan beroda empat kami sudah berhenti di pintu gerbang vila kami.
Klakson mobil berbunyi 3x, dan pintu gerbang itu dibuka oleh penjaga vila kami yang telah mulai tua, kaprah kaprah sekarang umurnya telah 65 tahun. Ia telah menjaga vila kami sebelum saya dan kokoku dilahirkan. Dan ketika kami masih kecil, penjaga vila yang namanya Basyir itu acap kali menemani kami bermain main sekiranya kami berwisata ke vila ini.
Kaca kendaraan beroda empat kubuka, dan kusapa penjaga vila yang bagus ini. “Halo pak Basyir”, kataku sambil melambaikan tangan, dan mungkin karena telah malam ia mengamati heran padaku karena tak dapat melihatku dengan jelas, dan cuma berkata, “Selamat malam”. Ketika mobil berjalan dan wajahku tersinari sinar lampu di atas gerbang, barulah ia mengenaliku dan membalas sapaanku, “Oh… rupanya non Liza. Halo juga non Liza, maaf ya tadi nggak keliatan”. ah.. seperti dulu, ia masih memanggilku non Liza, aku tersenyum padanya. Beroda terus berjalan dan berhenti di depan teras vila, di pojok saya memperhatikan sebuah kendaraan beroda empat besar, pasti mobilnya Suk Sing, adik papaku.
Benar saja, saat kami turun dari mobil, Suk Sing keluar menyapa kami. Aku tidak melihat Ie Lin, istri dari Suk Sing, ternyata telah tidur, sekalian menidurkan buah hati si kecil. Pak Basyir menolong membawakan barang barang dari mobil ke kamar ortuku, lalu dia pamit untuk beristirahat ke kamarnya. Kurasakan pak Basyir agak lama dikala memandangku, kemudian aku sadar kalo saya masih mengenakan kostum baletku yang sexy itu.
Oh.. sebaiknya saya ganti baju tidur saja. Karenanya saya masuk ke kamar ortuku untuk ganti pakaian, tentu saja sesudah pintu saya kunci. Bagaimanapun, di sini ada 3 laki laki dewasa, papaku, Suk Sing dan kokoku. Dan jadi 4 orang kalo pak Basyir juga dihitung. Saya melepas kostum baletku sampai tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang berwarna hitam, kontras sekali dengan kulit tubuhku yang demikian itu putih. Aku sempat memandang tubuhku via sebuah cermin besar di kamar itu. Hmm, aku merasa lekukan tubuhku memang termasuk sexy, dan payudaraku bahkan sudah tumbuh dengan ukuran sedang.
Tetapi aku tak ingin berlama lama mengagumi tubuhku sendiri, ntar kena penyakit narsis lagi. Saya melepas bra dan celana dalamku hingga telanjang bulat. Udara dingin di tretes ini membikin kerigatku telah kering, melainkan saya tak berani mandi malam malam, takut kena penyakit rematik. Maka aku langsung berganti pakaian dalam, lalu menggunakan baju tidur kesukaanku yang warnanya merah muda dan bahannya satin.
Aku melepas ikat rambutku, sebab bagiku lebih nyaman sekiranya rambutku tergerai bebas tanpa ikat rambut. Lalu rambutku kusisir rapi hingga saya merasa makin nyaman, dan aku membereskan gaun balet dan baju dalamku sebelum aku keluar dari kamar dan kembali berkumpul sebentar dengan keluarga. Saya sempat mendapatkan kebanggaan dari Suk Sing, rupanya dia telah mendengar suksesnya show baletku dari ortuku, yang tentu saja saya mengucap terima kasih dengan tersenyum bahagia.
Kulihat jam sudah menunjuk pukul 23:30. Aku hanya dapat bertahan separuh jam mendampingi mereka ngobrol, dan saya pamit tidur karena telah sungguh-sungguh mengantuk. Kecuali capai setelah show balet tadi, juga gangbang di pagi hari dan di hari hari sebelumnya membuat tubuhku kini rasanya remuk. Aku masuk ke kamarku yang di belakang, aku memang selalu tidur di situ semenjak kecil jika menginap di vila ini. Di ranjang yang telah tertata rapi itu, saya meletakkan tubuhku senyaman mungkin, dan tidak butuh waktu lama hasilnya saya sudah tertidur.
Entah aku tertidur berapa lama, tiba tiba kurasakan payudaraku diremas lembut dan ditekan tekan. Saya masih belum sadar betul, sempat menduga ini di rumah, maka aku pasrah saja, sambil merintih pelan. Nanti juga paling saya melenguh keenakan seperti umum, mungkin aku telah terbiasa menjadi budak pemuas nafsu seks yang patut siap digangbang tiap-tiap mereka menginginkan servis tubuhku, malah saat saya masih sedang merasakan tidurku.
Aku tidak bisa menolak, karena memang apabila mau jujur, sedap sekali rasanya sensasi yang kurasakan ketika terbangun dengan Miss V yang dalam kondisi teraduk aduk penis, payudara yang diremas remas lembut, dan bibir yang dilumat dengan penuh nafsu, seperti yang dilakukan hampir tiap-tiap pagi oleh Wawan, Suwito dan pak Arifin terhadapku, tanpa sadar aku telah merenggangkan pahaku bersiap mendapatkan tusukan demi tikaman pada selangkanganku ketika “Cie Elizaa.. sakit ya? bangun doong, ayo temani Stanley main…”, bunyi buah hati kecil di dekat telingaku membuatku terkejut, dan secara reflek aku terbangun duduk.
Saya si kecil laki laki yang masih kecil, adalah Stanley yang berumur 5 tahun dan adiknya Vincent yang masih berumur 3 tahun, ada di samping kanan dan kiriku, ternyata tanpa sengaja tadi tangan mereka meremas dan menekan kedua payudaraku dikala mencoba membangunkanku dengan menggoyang goyang tubuhku. Spontan wajahku terasa panas, tak pernah terbayang olehku pun buah hati kecil malah sanggup memberikan rasa sedap pada tubuhku.
Saya tersenyum malu mengingat tadi saya malah sudah melebarkan pahaku, namun untungnya mereka masih belum mengerti. Yah, kalaupun paham, penis mereka masih terlalu kecil untuk mengaduk aduk vaginaku. Apalagi si Vincent, yang masih belum dapat bicara dengan benar, baru dapat bilang papa mama, cie cie, koko, itu pun masih terdengar lucu, khas buah hati kecil yang masih belajar bicara. Duh.. aku kok jadi melantur, nggak ada kali anak laki laki yang baru berumur 5 taun telah dapat bersetubuh…
Kini kesadaranku sudah pulih sepenuhnya, dan aku memeluk keduanya yang tertawa bergembira. Kami bertiga keluar kamar, saya menggendong Vincent, sementara Stanley menggelayuti pinggulku sambil mengakak tawa, meskipun aku sebetulnya dalam situasi terangsang juga ketika tangan Stanley yang masih kecil itu kadang seolah meremas pinggulku. Oh.. ada apa denganku ini? Saya masih ingat, sebulan yang lalu tak ada perasaan seperti ini saat Stanley menggelayutiku. Apakah sejak saya mengetahui sex secara langsung tubuhku jadi sedemikian mudahnya terstimulasi? Atau.. masa saya jadi hiperseks setelah menikmati nikmatnya bersetubuh?
Namun saya berhasil menekan semua perasaan yang seperti itu menyiksaku ini. Sempat kulihat jam dinding, pukul 7 pagi. Oh.. hawa tretes ini sungguh nyaman, rasanya demikian itu segar. Aku menghirup udara sebanyak banyaknya, merasakan udara pagi di sini yang tak mungkin bisa kurasakan di kota. Kulihat pak Basyir di halaman, seperti umum merawat rumput yang tumbuh di sana agak senantiasa rapi.
Tiba tiba, saya merasa betul-betul lapar, yah, mungkin udara yang dingin ini memperkuat rasa laparku. Karenanya saya pamit sebentar pada kedua buah hati kecil ini, lalu ke kamar ortuku untuk mengambil handuk kecil, pasta dan sikat gigi. Setelah menyikat gigi, kebetulan memang ternyata makan pagi telah disiapkan oleh mamaku dan Ie Lin. Kami seluruh makan bersama setelah saling mengucap selamat tahun baru, sambil membicarakan rencana hari ini.
Rencananya kami sekeluarga akan pergi ke Taman Safari, dan berangkat dari sini jam 11 siang, sekalian makan di luar. Nanti malam, kami akan mengadakan pesta barbeque, dan memang seluruh kelengkapan telah disiapkan. Oh.. hari ini benar benar seru.
Kedua sepupuku pun nampak demikian itu antusias sesudah disebutkan bahwa di Taman Safari itu ada berbagai tipe hewan yang dapat dipandang. Kami memecahkan makan pagi ini, dan seperti lazim pak Basyir membantu mencuci piring dan gelas di belakang. Saya sempat mendampingi kedua anak kecil ini bermain main, sampai sekitar jam 8 dikala Ie Lin dan mamaku mengajakku untuk berenang di kolam renang belakang. Saya mencubit pipi kedua anak kecil ini, dan pamit untuk ikut berenang.
Mereka ternyata mau turut berenang, jadi kedua buah hati kecil ini turun meniru mamanya. Saya pergi ke belakang sejenak, ke kamar kokoku yang di lantai 2 untuk meminjam charger handphone, jadi handphoneku bisa aku charge selagi saya berenang nanti, dan saya pikir batereinya akan terisi penuh waktu aku selesai berenang nanti. Tangga besi melingkar yang kunaiki sekarang yakni jalan satu satunya ke sana, ketika angin pesat bertiup mengibarkan rok bawah pakaian tidurku.
Aku benar-benar terkejut, dan menjadi berupaya menekan rokku ke bawah. Sesudah angin berhenti bertiup, aku jadi ingat sekiranya ada pak Basyir di bawah sana yang masih mencuci piring, aduh.. jangan jangan ia tadi sempat memperhatikan bagian dalam dari rokku. Saya menasihati pandanganku kepada pak Basyir, dan aku terang sekali melihat baru saja pak Basyir mengalihkan pandangannya dariku. Tetapi saya membuang jauh jauh pikiran negatif yang berkecamuk dalam diriku, aku teringat bahwa pak Basyir ini senantiasa baik padaku sejak saya masih kecil dulu. Karenanya aku terus saja ke kamar kokoku, mengetuk pintunya yang sedang terkunci.
“Koo… pinjam chargernya dong”, pintaku dari luar kamarnya. Aku detik kemudian kokoku membuka pintu lalu memberiku charger yang kuminta tadi. “Loh kau nggak renang me?” tanya kokoku yang telah menerapkan celana renang. “Iya nih, tetapi saya charge handphoneku dulu, tinggal 1 strip nih batereinya, pinjam dulu yah”, kataku. Kebetulan memang, handphone kami sama sama variasi nokia, jadi saya dapat pinjam chargernya kokoku.
Saya turun diikuti kokoku yang seketika menuju kolam renang sementara saya masih harus ke kamar ortuku, selain memasang handphoneku pada charger, koper pakaian gantiku masih di sini. Saya berganti baju renang, ehm, tentu saja setelah aku mengunci pintu. Setelah selesai, segera menuju kolam renang di belakang. Di sana kami segala berenang dengan senang, sementara papaku dan Suk Sing mengobrol di bangku yang ada di dekat kolam renang ini.
Kedua buah hati kecil itu tentu saja tak dibolehkan berenang di kolam yang dalam, jadi Ie Lin mengantar mereka, kadang saya juga menolong mendampingi mereka sebentar, sekaligus mengambil nafas sesudah adu menyelam dengan kokoku yang juga trampil berenang. Tidak terasa, sudah satu jam kami bersenang bergembira di kolam renang ketika papa berkata sekarang jam 9:00, menjawab pertanyaan Suk Sing. Tak matahari telah via bangunan rumah vila kami dan menimpa kolam daerah kami berenang.
Tak berharap kulitku yang putih jadi menghitam, aku seketika naik ke darat, dan mengeringkan tubuhku dengan handuk besar. Sesudah juga yang lain, satu per satu naik dan mengeringkan diri, sambil duduk di bawah payung besar. Entah mengapa tiba tiba kepalaku terasa pening, mungkin karena kecapaian.
Saya mengeluh mengendalikan kepalaku, dan mamaku yang memang senantiasa perhatian padaku lantas tahu jikalau saya sedang sakit kepala. Setelah memberiku obat, mamaku menyuruhku langsung mandi dan beristirahat saja, tidak usah ikut serta ke Taman Safari. Mamaku sempat ingin menemaniku, tetapi aku menolak. “Ma, mama pergi aja, aku toh juga akan tidur siang. Nanti sebentar juga bagus kok, paling aku cuman kecapaian. nggak usah cemas ya ma”, kataku berusaha meyakinkan mamaku, yang akhirnya berharap juga ikut bersama mereka. Nggak sedap rasanya udah besar gini masih dijagain mama, hanya sebab sakit kepala.
“Ya sudah. Nanti jika ada perlu apa, meminta tolong pak Basyir ya”, kata mamaku. Aku mengangguk pelan, rasa pening membuatku agak malas menggerakkan kepalaku. “Makan siang nanti, mama siapkan dahulu kini buat kau, nanti tinggalkamu hangatkan sendiri ya. Terus, kamu tidur di kamar mama saja ya, nggak usah mindahin koper dulu, nanti malam saja mindahinnya”, pesan mamaku lagi.
Saya mengangguk lagi sambil tersenyum, lalu obat sakit kepala itu kuminum sebutir. Dan aku langsung menuju ke kamar mandi setelah mengambil handuk dan pakaian ganti, satu set baju santai yang juga nyaman untuk diaplikasikan tidur. Aku mandi keramas, mengeringkan rambutku sekering keringnya dan tentu saja tubuhku juga. Sesudah mengaplikasikan pakaian ganti, saya ke dalam, memperhatikan mamaku sudah menaruh makan siang untukku di meja, jadi nanti tinggal saya hangatkan.
Saya merangkul mamaku dengan rasa terima kasih, namun rasa pening ini semakin menjadi jadi, maka aku lantas pamit tidur duluan. Mama mencium pipiku, kemudian aku masuk ke kamar ortuku, dan tidur di sana.
“Eliza, pintunya kunci aja, mama punya serepnya kok”, kata mamaku, mengingatkan aku untuk mengunci pintu ini. “Iya ma”, jawabku dan ‘klik.. klik’, aku mengunci pintu ini dan segera tiduran di ranjang mamaku. Tidak lama kemudian samar samar kudengar deru mesin kendaraan beroda empat, mereka telah pergi. Kepalaku terasa semakin berat saja, dan tak lama kemudian saya tertidur. Ketika saya terbangun, rasa sakit di kepalaku ternyata masih ada meski telah tak begitu terasa. Dan tubuhku berkeringat banyak sekali walaupun udara cukup dingin, karena selimut yang kupakai cukup tebal.
Tak matahari telah tidak menyengat, sekarang telah jam 4 petang. Saya jadi berharap mandi, namun aku mencari pak Basyir dahulu, mau minta bantu dicegatkan orang jual sate ayam yang melewati. Ada beberapa menit saya mencari, tetapi tak kutemukan juga, dan tiba tiba rasa mau buang air kecil membuatku langsung ke kamar mandi setelah menyambar handukku yang tergantung di tali jemuran di dekat kamar mandi. Selesai buang air, saya seketika mandi menyegarkan tubuhku sesudah buang air kecil.
Siraman air dingin benar benar menghapus rasa gerah itu, juga lembutnya busa sabun membikin tubuhku kian terasa santai. Sesudah membilas bersih tubuhku, aku mengambil handukku yang tergantung di daun pintu kamar mandiku, melainkan tanpa sengaja kujatuhkan handuk itu ke lantai kamar mandi, yang tentu saja masih ada genangan air. “Aduh… jadi basah deh”, keluhku agak kesal.
Aku kencang kuambil handuk itu, dan kuperhatikan, yah, handuk itu telah terlanjur terlalu berair. Sempat terlintas di pikiranku, saya keluar semacam ini saja, toh nggak ada orang di luar, tetapi aku membatalkan niatku yang edan itu. Aku tiba tiba pak Basyir sudah kembali, saya pun tak berani membayangkan apa yang bakal terjadi berikutnya.
Aku mulai memeras handuk itu, paling tidak saat kupakai membelit tubuhku nanti telah tak demikian itu basah. Untung aku masih punya handuk cadangan di koperku. Aku membelitkan handuk itu ke tubuhku, menutup payudara dan vaginaku. Oh… rasa dingin ini menimbulkan sensasi aneh yang tiba-tiba melanda diriku, tapi aku berusaha tak memikirkannya, karena aku mesti lantas mengeringkan tubuhku dengan handuk yang baru jika tidak ingin ketambahan sakit masuk angin. Benar benar tak lucu kan apabila balik dari liburan malah jadi sakit?
Aku keluar dari kamar mandi dan kebetulan sekali aku berpapasan dengan pak Basyir. “Pak, sekiranya ada tukang sate ayam yang melewati, bantu dipanggilkan ya pak. Nanti pak Basyir juga Liza belikan ya”, aku meminta bantu pada penjaga villaku yang sudah cukup tua ini. “Iya non, terima kasih”, kata pak Basyir yang lantas menuju ke arah jalan, menunggu tukang sate.
Aku malah masuk ke dalam, ke kamarku. Aku detik kemudian saya sadar kalau koperku masih di kamar ortuku. Karenanya aku keluar dari kamarku menuju ke kamar ortuku, dan di situ aku melepas handukku, karena rasa dingin ini semakin menjadi jadi. Saya mencari handuk cadanganku itu, dan belum kutemukan saat tiba tiba aku tercekat menikmati hembusan nafas panas yang menerpa leherku.
“Non Liza, harum sekali ya bau rambut non..”, kata pemilik napas tadi, oh.. ini suara pak Basyir, dan terdengar berat, terang pak Basyir sedang terbakar nafsu, membuatku yang betul-betul terkejut karena tiba tiba ada orang lain di kamar dikala aku masih telanjang bulat seperti ini, reflek menjerit ketakutan dan menutup bagian depan tubuhku yang sesungguhnya membelakangi pak Basyir.
Namun dengan pesat mulutku sudah dibekap, sementara tubuhku telanjangku yang cuma tertutup handuk di bagian depanku ini dipeluk erat dari belakang, membuatku mulai meronta dalam rasa panik yang amat sangat. Untungnya, sentakan yang kulakukan sepenuh daya kesudahannya berhasil melepaskan diriku dari dekapan penuh nafsu ini. Aku hendak lari, tetapi tiba tiba tubuhku dibalikkan ke arahnya dan kembali didekap erat. Seolah tahu saya akan berteriak, pak Basyir sudah menggilas bibirku.
Handuk yang sedianya kututupkan ke payudara dan vaginaku sudah terjatuh. Dalam kepanikan ini saya berhasil mendukung tubuh pak Basyir yang sudah seperti kesetanan dan sedang melumat bibirku, dan aku hasilnya terlepas dari dekapannya. Tetapi yang membuatku kian panik, akibat kudorong tadi, pak Basyir kehilangan keseimbangan dan kepalanya terbentur tembok di sebelah lemari, kacamatanya hingga terpental jatuh, entah pecah atau tak.
Kulihat tubuh orang tua ini ambrol ke lantai, dan ini membuatku takut jikalau bila ada apa apa dengan pak Basyir. Bagaimanapun juga ia selalu berlaku baik padaku sejak aku kecil. Aku memeriksa keadaannya dengan tegang, memandang kepalanya yang benjol, tadi memang aku memandang benturan itu cukup keras.
“Pak.. pak Basyir, aduh.. gimana nih.. maaf ya pak.. Liza oohh…”,kata kataku terputus ketika tiba tiba rasa geli bercampur sedap melanda puting susuku yang dikulum oleh pak Basyir. Melainkan padahal kepalanya benjol cukup besar, melainkan ia masih sadar, jadi tadi itu ia cuma pura pura pingsan. Dan saya yang lupa jikalau tubuhku masih telanjang bulat, berjongkok memeriksa situasi kepalanya itu, dan payudaraku yang tak tertutup apapun menggantung di depan mukanya.
“Aduh.. pak Basyir.. jangan begini dong pak…”, keluhku di antara desahanku. Namun saya menarik tubuhku menjauh darinya, tapi saya merasa bersalah tadi telah menyokongnya cukup keras sampai kepalanya terbentur tembok. Tapi masa aku semestinya membayar kesalahanku tadi dengan menyerahkan tubuhku pada orang tua ini?
Pikiranku makin kalut dikala rasa nikmat ini semakin menjalari tubuhku, membikin saya walhasil lemas tak kuasa untuk melakukan sesuatu. Tapi saya masih memohon agar pak Basyir menghentikan segala ini. “Pak.. jangan… aduh…”, aku terus merintih. Seolah tak mendengar apa apa, pak Basyir malahan melanj-utkan dengan meremas payudaraku yang satunya, membikin saya kian larut dalam stimulasi ini.
Mataku terpejam, tiba tiba saya sedikit bergidik membayangkan jikalau aku mesti melayani penjaga vilaku yang telah tua ini. Dia telah sedikit kempong, mungkin giginya telah banyak yang tanggal. Janggutnya yang tipis agak panjang, beruban seperti rambutnya yang juga mulai tipis. Kerut kerut yang tercetak di wajah dan tubuhnya, yang rupanya telah telanjang bulat ini, membuatku tanpa sadar menangis ngeri.
Saya sudah akan berontak dikala tiba tiba pak Basyir entah mengapa melepaskan tubuhku dari dekapannya. Saya langsung mengambil handukku, menutupi payudara dan vaginaku dari pandangannya. Aku yang telah murka bercampur panik sudah bersiap mengusirnya ketika pak Basyir terlihat menunduk sedih.
“Non Liza, maafkan bapak yang tidak tahu diri ini, tadi bapak benar benar khilaf, nggak bisa menahan diri waktu lihat tubuh non Liza yang putih mulus dan belahan dada non Liza waktu non cuma menggunakan handuk. Sekali lagi bapak minta maaf ya non, soalnya terus terang bapak kemarin sudah nggak dapat tidur waktu liat non turun dari kendaraan beroda empat dan masih menerapkan pakaian balet itu. Apalagi tadi liat non pakai pakaian renang. Gimana ya non.. rasanya baru kemarin non waktu masih kecil dulu bapak ajak main ayunan di belakang, tahu tahu sekarang jadi gadis indah seperti ini. Maafkan ya non.. mungkin tadi juga sebab bapak telah menduda lebih dari 20 tahun…”, kata pak Basyir panjang lebar sambil menangis. Saya sekali dia menyesal, membuat kemarahanku surut sama sekali.
Saya masih diam saja dan menghapus air mataku, ketika pak Basyir melanjutkan, “Maaf non, bapak benar benar tak tahan liat non nangis… kalo non berharap, non boleh pukul bapak. Bapak merasa berdosa pada non”. Saya kian tak tahu seharusnya bicara apa. “Ya telah non, nanti bapak akan meminta berhenti pada Tuan Robert. Kelihatannya non tak berharap memberi maaf bapak. Melainkan bapak paham kok non, yang tadi itu memang tidak termaafkan. Sekali lagi maaf ya non”, kata pak Basyir sedih sambil berdiri meninggalkanku.
Saya kaget mendengar pak Basyir mau mengundurkan diri, bagaimanapun ia merupakan penjaga vila kami yang setia, lagipula tadi itu saya bisa mengerti alasannya, apalagi dia belum bertindak lebih jauh. Maka saya mengendalikan tangan pak Basyir, dan berkata “Pak, sudah jangan dipermasalahkan lagi, Liza telah memaafkan bapak kok. Tadi Liza menangis sebab ingat masa kecil dahulu bapak bagus sama Liza. Maafkan Liza ya pak, tadi telah dorongin bapak sampai kepala bapak luka..”
“Non nggak perlu meminta maaf non, memang bapak cocok kok mendapatkan benturan tadi”, pak Basyir berkata sambil menghapus air matanya. Saya tersenyum lega, dan kulepaskan pegangan tanganku sambil berkata, “Ya sudah pak, Liza ingin pakai baju dahulu ya. Bapak tolong keluar bentar ya”.
Pak Basyir mengangguk, namun semacam itu kepalanya menunduk pandangan matanya seolah tak ingin lepas dari payudaraku yang telah tak tertutup apa apa lagi, tadi handuk yang kupakai untuk menutupi tubuhku tanpa sadar terjatuh dikala aku berdiri menahan tangan pak Basyir. Sekarang penjaga vilaku kembali terpaku, kurasakan nafsunya telah kembali menggelegak, nampak dari nafasnya yang memburu saat pandangannya masih terus saja tertuju pada kedua payudaraku.
Reflek saya melipat kedua tanganku ke dada, rasa panik sudah kembali melandaku. Sebelum aku bisa berbuat sesuatu, pak Basyir telah menyergapku lagi, kali ini saya hingga terjatuh, untungnya di ranjang ortuku, tapi gawatnya kini tubuhku ditindih oleh pak Basyir.
Aku meronta panik. “Pak… jangan paak… tadi kan emmphhh “, aku separuh berteriak, tapi bibirku sudah dilumat oleh pak Basyir, tanganku yang terlipat di dada ini rasanya terkunci sebab tertindih tubuh pak Basyir, yang meskipun termasuk kurus, namun bagiku konsisten terasa berat. Dalam ketakutan ini aku terus berusaha melepaskan diri, kakiku kupakai untuk menyokong tubuh keriput yang harusnya tidak begitu berat ini, melainkan entah dia mendapatkan tenaga dari mana untuk terus mempertahankan posisinya, malahan sekarang jari tangan kirinya telah melesak masuk dan mulai mempermainkan vaginaku, selagi tangan kanannya menahan kepalaku sampai aku tidak dapat menoleh ketika ia menggilas bibirku habis habisan. Diperlakuan seperti ini, perlahan saya mulai lemas, rasa sedap pada vaginaku membuatku tidak kapabel mengerahkan daya untuk berontak lagi.
Malahan pak Basyir tidak lagi memegangi kepalaku ketika menggilas bibirku, ia yakin saya telah karam dalam birahi saat aku menatapnya dengan pandangan sayu. Kini tubuhku sudah tidak ditindih lagi, dekapan tanganku di dadaku dibuka oleh pak Basyir, lalu payudaraku mulai diremasnya dengan lembut. Aku cuma bisa pasrah, sudah tidak ada lagi perlawanan dariku karena tubuhku sudah merespons setiap stimulasi yang kuterima, sekali-sekali aku mengejang enak dikala vaginaku diaduk aduk oleh jari tangan pak Basyir. Jantungku sudah berdetak semacam itu pesat mengiringi birahiku yang mulai memuncak.
“Hnggh… oooh…”, aku melenguh semacam itu pak Basyir melepas lumatannya pada bibirku. Aku memejamkan mataku pasrah, tak tahu mesti berperilaku apa saat vaginaku masih saja diaduk aduk oleh pak Basyir. Tiba tiba ia berpindah posisi ke selangkanganku dan melebarkan pahaku. Aku membuka mataku, mengingat aku belum tau ukuran penisnya, jadi aku paling tidak tahu sebesar apa penis yang akan mengaduk aduk vaginaku.
Melainkan rupanya pak Basyir tak sedang dalam posisi akan menyetubuhiku, namun kepalanya ada di tengah selangkanganku. Saya merasakan bibir vaginaku disapu lidahnya. “Oh… pak.. jangan…”, aku merintih rintih.
Pak Basyir tertawa terkekeh, tentu saja orang seumur ia telah berpengalaman untuk mengenal aku sebenarnya sudah terstimulasi hebat. Tiba tiba ia seolah menurutiku, dan menghentikan aktivitasnya. Aku malahan membisu, melainkan aku juga tak mengatupkan pahaku yang telah tak dipegangi ini.
“Non Liza, bener berharap sudahan?”, ejek pak Basyir. Aku mengangguk lemah dan kembali memejamkan mataku menahan malu. “ooh…”, saya kembali merintih ketika pak Basyir dengan nakal menyedot vaginaku dan mencucup cairan cintaku yang memang rasanya semenjak tadi terus mengalir. Dan yang bisa kulakukan hanya merintih dan mengejang keenakan tanpa cakap menyembunyikan rasa enak yang mendera tubuhku ini.
“Saya ya non Liza, kok sampai mulet mulet gitu?”, tanya pak Basyir dengan nada mengejek melihatku yang semakin lepas kontrol.
Saya tak mampu berbohong lagi dan masih mengejang ngejang dan menggeliat keenakan ketika tanpa sadar saya menjawab sambil mendesis, “iyah… pak… ssshhh…”. Aku membuka mataku memperhatikan pak Basyir telah tersenyum penuh kemenangan, dan sambil bersiap di selangkanganku. Sempat kupandang penisnya, yang ternyata tipe kurus dan panjang, sebelum aku kembali karam dalam kenikmatan dikala pak Basyir meremasi payudaraku dan bertanya padaku, “Non Liza sudah nggak perawan kan? Aku nyatanya nggak keluar darah. Kalo gitu, punya bapak boleh dimasukin ke memek non Liza ya?”.
Saya yang telah kian diamuk nafsu birahi cuma bisa menjawab, “Iya.. pak… Liza… sudah nggak… perawan… terserah bapak… kalo mau… masukin… ngggghhhh”, aku melenguh ketika vaginaku sudah diterobos penis pak Basyir. Oh Aku… saya disetubuhi di ranjang ortuku. Dan aku tak menolak sama sekali, pun perlahan aku mengimbangi genjotan penis pak Basyir yang ternyata cukup keras juga, meski tak membuat vaginaku terasa demikian itu sesak. Kedua tanganku mencengkram sprei ranjang ortuku yang ternoda perbuatan mesum dari kami berdua ini. Desahan, erangan dan lenguhan kami bersahutan, saya telah tak perduli apapun lagi dan melayani pak Basyir dengan penuh penyerahan.
“Non Liza… oh…. sempitnya memek non Liza…”, pak Basyir meracau dan kian menambah gairahku saja. “Aduh…. Ohhh… nikmat pak Basyir… oh… panjaang… mmmppph”, saya juga meracau tapi terhenti oleh lumatan pada bibirku. Genjotan demi genjotan yang aku rasakan hasilnya mengantarku orgasme untuk pertama kalinya hari ini, tubuhku mengejang hebat hingga melengkung sampai pinggangku terangkat, kedua kakiku melejang lejang, dan aku melenguh lenguh tak mampu menahan nikmatnya kontraksi pada otot vaginaku.
“ooooh… paaak…aduuuuuuh….”, saya mengerang, dan pak Basyir sendiri rupanya kewalahan juga saat penisnya terjepit oleh otot vaginaku yang terus berkontraksi, membuatnya menggeram, penisnya berkedut dan tanpa ampun spermanya menyembur berulang ulang membasahi vaginaku. “Non Lizaaaa…. Ooooh enaknya nooon….”, penjaga vilaku nampak semacam itu merasakan ejakulasinya di tubuhku, si kecil majikannya yang masih seumur cucunya. Betisku kembali terasa pegal, keringatku membasahi sprei ini, dan nafasku tersengal sengal, apalagi ditambah tubuhku ditindih pak Basyir yang roboh kelelahan menimpaku setelah menggenjotku tadi, penisnya masih menancap dalam dalam di vaginaku.
“Pak Basyir.. telah dong, Liza capek sekali nih”, saya sudah lepas dari pengaruh orgasme yang menderaku, dan tubuh pak Basyir yang masih menindihku kudorong sehingga penisnya yang mulai mengecil terlepas. Aku memandang jam, telah jam 5 petang. Aku khawatir ortuku dan yang lain akan segera datang, maka aku berkata, “Pak, tolong saya mengganti sprei ini, telah basah gini kena peluh. Ayo pak, nanti ortuku datang”.
Dengan lemas sebab baru ejakulasi, pak Basyir menggunakan kaca matanya dan membantuku mengganti sprei. Benar saja, tiba tiba klakson mobil papa terdengar, mambuat saya dan pak Basyir kaget panik karena kami berdua sama sama masih telanjang bulat. Pak Basyir mengaplikasikan pakaiannya yang ternyata berserakan di depan pintu, dan membereskan sprei kotor ke tempat cucian lalu membuka pintu gerbang, dan saya dengan paha komponen dalam yang masih belepotan campuran sperma pak Basyir dan cairan cintaku, menyambar handukku yang masih berair itu dan melilitkan ke tubuhku, lalu aku segera kembali ke kamar mandi sesudah menentukan tak ada tanda pedoman bekas pergumulan kami di kamar ortuku.
Aku memang wajib mandi, rambutku yang panjang basah oleh peluh yang juga menempel di sekujur tubuhku, juga vaginaku harus kucuci bersih. Aku keramas dahulu lalu kembali mengguyur tubuhku yang lengket lengket ini, dan perlahan aku merasa kembali segar sesudah mengusapkan sabun cair yang mengandung sedikit menthol dengan lembut pada sekujur tubuhku.
Tak sengaja jari tanganku menyenggol puting susuku yang masih keras, dan membuatku mendesah pelan. Tapi ini bukan waktunya bermasturbasi, saya masih terlalu lelah untuk itu. Rasa enak itu kembali menjalariku dikala aku wajib mengorek ngorek vaginaku sendiri, namun aku sebisa mungkin membuang sisa sperma di liang vaginaku.
Hal ini penting sekali karena air mani yang tertinggal dapat memicu bau tak enak pada vagina wanita. Kuberikan sabun pewangi yang senantiasa kugunakan untuk merawat vaginaku usai disirami air mani sejak dua minggu lalu. Sesudah tubuhku terasa nyaman, saya pura pura memekik terkejut, sehingga mamaku yang pasti sudah ada di dalam vila mendatangiku.
“Saya El?”, tanya mamaku kuatir. “Ma, handuk Eliza jatuh, jadi berair nih. Memandangnya ma, di koper Eliza ada cadangan handuk lagi, Eliza nggak bawa pakaian ganti nih, tadi terburu buru mau buang air besar”, kataku mencari alasan. “Tunggu ya El, mama ambilkan dulu”, kata mamaku. “Iya, terima beri ma”, kataku sambil menunggu.
Ketukan di pintu kamar mandi ini membuyarkan lamunanku perihal betapa saya tadi sempat orgasme sebab digenjot oleh seorang lelaki tua dan keriput. “El, ini handuknya”, aku dengar suara mamaku, karenanya saya buka sedikit pintuku, dan mengambil handuk yang disodorkan mamaku. “Terima kasih ma”, aku merasa lega, dan kukeringkan rambutku dan semua tubuhku. Kembali tubuhku kubelit dengan handuk, dan sesudah yakin bagian penting dari tubuhku tertutup, saya keluar dari kamar mandi dan melangkah menuju kamar ortuku.
Aku melewati tempat cuci piring, aku berpapasan dengan pak Basyir yang sedang mempersiapkan piring dan gelas untuk barbeque nanti. Saya membisu saja dikala melaluinya, tidak tahu patut bilang apa pada penjaga vila yang baru menikmati tubuhku ini. Tiba tiba aku merasa pantatku diremas, sampai saya menoleh kaget. Memang tak ada yang lain, pasti pak Basyir yang mengerjakan. Dengan sedikit kesal aku menegurnya, “Pak, gimana sih.. jangan ngawur gini dong, di dalam banyak orang tuh!”.
Saya yang hanya cengengesan, aku berpikir akan lebih bagus sekiranya orang tua ini kutinggal masuk sekarang juga sebelum aku dinakali lebih lanjut. Aku berganti pakaian di kamar ortuku, kupilih bra dan celana dalam berwarna pink. Sebuah kaus warna pink bergambar boneka Teddy Bear dan celana santai kukenakan, kini saya telah siap untuk bergabung ikut acara barbeque. Kubawa koperku ke kamarku, lalu saya ke depan. Tepat saya sampai di depan, kedua sepupu kecilku lantas mengerubutiku.
“Cie Eliza… telah sembuh ya”, Stanley menggelayut manja seperti umum, sementara Vincent mengangkat tangannya seolah berkata “Cie, gendong Vincent dong”. Aku tersenyum dan menggendong Vincent, sambil berkata pada Stanley, “Iya, cie cie sudah sembuh. Gimana tadi di taman safari?”. Stanley mulai bercerita seputar apa saja yang ia liat dengan gaya si kecil kecil yang menggemaskan. Aku terus mendengarkan sambil sekali-sekali menimpalinya. Kenapa ketika ceritanya selesai, kami dipanggil papa untuk memulai acara barbeque.
Api panggangan telah siap. Kecuali kedua sepupuku, kami seluruh bergantian memanggang makanan yang berbeda beda. Sambil mengobrol ke sana kemari, juga diselingi bersenda gurau, suasana malam ini benar benar menyenangkan. Aku memilih memanggang marshmallow yang sudah kuisi cokelat cair, benar benar nikmat ketika semuanya meleleh di atas lidahku, dikala tiba tiba aku merasa pantatku dicolek, sampai saya memekik kaget dan segala menoleh ke arahku. Untungnya mereka tak memperhatikan apa yang hakekatnya terjadi.
Untung saja, dikala itu juga hpku berbunyi, nada sms masuk. “Aku El?”, tanya mamaku heran. “Nggak ma, ini lagi liatin panggangan, tahu tahu hpku bergetar. Bentar ma, ingin baca sms dahulu”, jawabku, dan dikala aku memperhatikan pak Basyir yang sudah di sampingku membawakan marshmallow, saya memandangnya dengan penuh teguran, kesal sekali rasanya. Namun saya tak bisa berperilaku apa apa, maka saya menjauh dari daerah ini, sekaligus membaca sms dari siapa yang baru masuk ke HPku, yang ternyata dari Cie Stefanny, guru les privatku di bidang bahasa inggris. Ia yaitu mahasiswi Sastra Inggris semester 7 di universitas swasta yang tenar di Surabaya. Seminggu lagi usianya 22 tahun. Terbayang olehku, Cie Stefanny ini orangnya tabah, cantik, tubuhnya ramping, rambutnya lurus sebahu menambah keanggunannya.
“Happy new year Eliza ^^
Juga sekalian nanya nih, mulai Januari kamu kan sekolah pagi,
Lesnya enaknya jam berapa? Harinya tetap saja ya bila bisa, thanks ^^
Cie Stefanny”
Membaca ini aku tersenyum dan seketika membalas sms ini. “Happy New Year juga cie Stefanny. Yah kalo cie cie dapat, jam 2 siang saja ya cie. Iya, tetap hari Senin dan Kamis saja cie, tapi satu hari setelah hari ini jangan dulu yah cie, masih capek nih abis wisata.”
Setelah membalas sms ini, aku mengamati pak Basyir yang membawa piring kotor, pergi ke belakang. Aku teringat kelakuannya tadi, dan segera menyusulnya. “Pa Ma, Suk Sing, Ie Lin, Eliza ke belakang bentar ya, ingin ke wc”, pamitku pada mereka yang menganggukkan kepala. “Lho, saya nggak dipamitin?”, goda kokoku yang memang senantiasa usil ini. “Suk Hengky, Eliza ke belakang bentar ya, ingin ke wc”, kataku sambil menjulurkan lidah waktu menyebut nama kokoku dengan panggilan Suk, dan kami segala tertawa.
Aku pun masuk dan dikala memandang pak Basyir sedang mencuci piring, aku segera menghampirinya, dan dengan aku langsung menegurnya. “Pak, jangan ngawur dong. Masa ada orang banyak gitu bapak seenaknya main colek saja. Kalo kelihatan kan jadi segera. Gimana sih?”, tegurku kesal tetapi dengan dengan suara pelan.
Aku teguranku, pak Basyir bukannya berhenti melainkan bahkan meremas pantatku dengan santai sambil berkata, “Jadi apabila berduaan gini, nggak apa apa kan non Liza?”. Aku makin kesal dan berkata, “Pak, bantu ya, jangan ngawur seperti ini”. Saya menepis tangannya, dan meninggalkannya ke wc. Waktu saya keluar dari wc, saya memperhatikan pak Basyir mendekatiku.
Saya menghindar memilih tidak berurusan lebih lama dengan penjaga vilaku yang mesum ini. Melainkan ia telah menghadangku, dan mengontrol tanganku. “Non Liza, bapak lagi pengin nih”, katanya padaku, membikin aku kesal bercampur panik, ditagih dalam kondisi banyak orang seperti ini.
“Saya apaan sih pak Basyir? Nggak pak, jangan ngelunjak ya. Lepaskan Liza!”, saya berkata agak kasar padanya, tapi ia terus mendesakku. Oh.. kondisi nanti dia kalap lalu aku diperkosa di sini, aku mengalah dan berkata, “Pak Basyir, Liza oralin saja, tetapi jangan ganggu Liza lagi. Aku, Liza lihat keadaan dahulu”. Saya mempertimbangkan mereka yang di luar masih sibuk, lalu aku menutup pintu wc dan menyalakan lampunya seolah saya masih di dalam. Lalu aku mendekat ke pak Basyir di tempat cucian, dan membuka celananya.
“Pak, jangan lupa, aku orang orang di depan. Aku ada yang masuk kita dapat repot!”, kataku sambil mulai memegang penisnya pak Basyir yang telah tidak perlu kukocok dengan tangan karena telah begitu tegang. “Iya non Liza.. oooh”, erangnya ketika penisnya mulai kukulum. Aku terus menyedot penis itu, kadang-kadang kuhunjamkan dalam dalam, membuat badan pak Basyir tergetar menahan enak dikala penisnya melesak demikian itu dalam ke rongga ternggorokanku, untungnya ia tidak lupa melihat depan.
Saya sendiri hakekatnya cukup merasakan tak oral yang menegangkan ini, toh aku sudah terbiasa dengan penis yang melesak ke dalam rongga tenggorokanku. Aku hakekatnya sudah mau mendesah, melainkan aku menahan diri agar di sini tidak semakin namun, telah ada pak Basyir yang mengerang pelan.
“Pak Basyiir, seandainya sudah bantu piring tadi dibawakan ke sini ya”, terdengar suara papaku dari luar sana. “Iya tuan”, jawab pak Basyir yang hendak menarik penisnya, tapi saya menahannya, berpikir ini lebih bagus suara kini kondisi saya terus diganggunya. Maka saya menyedot makin keras, mengulum ngulum dan bibirku kujepitkan erat pada penis itu membuat pak Basyir hasilnya tidak tahan dan menggeram, penisnya berkedut kedut lalu sperma yang hangat, asin dan gurih menyembur membasahi kerongkonganku.
“aaagh.. non Lizaa…”, erangnya. Dia terburu buru menarik penisnya yang masih terus menyemburkan air mani sehingga saat penis itu keluar dari mulutku, bibirku terkena semburan itu. Untung saja bajuku tidak kena. Kujilat air mani itu sampai bibirku bersih dan ku melihatnya kesal. “sudah puas kan pak? Melihatnya jangan ganggu Liza lagi hari ini”, kataku pada pak Basyir yang menggunakan kembali celananya.
Pak Basyir berjongkok juga dan tiba tiba melumat bibirku membuatku kaget, tetapi saya tak berani menimbulkan kaget di sini dan terpaksa pasrah saja. Nafasku mulai memburu ketika pak Basyir melepaskan lumatannya pada bibirku, dan berkata, “Iya non Liza, bapak telah puas kini. Tetapi sekiranya non Liza masih belum puas, nanti malam bapak tunggu di kamar belakang”.
Saya melotot padanya mendengar kata kata yang sungguh-sungguh kurang melainkan itu, melainkan dia hanya cengengesan dan berlalu ke luar sambil membawa piring yang amat papaku tadi. Saya menghela nafas dan berpikir, ini orang benar benar nggak tau diri ya. Dasar tua tua keladi. Saya kemudian ikut serta keluar, dan saat saya lewat ruang makan saya berpapasan dengan kokoku.
“Me, apa tuh di dagumu belepotan gitu?” tanya kokoku yang membikin jantungku serasa berhenti. Oh.. ini pasti air mani pak Basyir yang muncrat tadi, saya tak sadar kalau ada yang menempel di daguku. Saya panik tak tahu sepatutnya menjawab apa, dan menunduk dikala di meja makan aku melihat ada beberapa burger. Untung saja, aku dapat menerapkan burger ini sebagai alasan. “aduh.. tadi mayonesnya burger ini sempat kena sini yah… aku kira hanya kena bibirku tadi ko”, kataku sambil pesat menghapus air mani pak Basyir dari daguku. Saya baru sadar, untung kokoku ini termasuk kuper untuk urusan seks, dia pasti sama sekali tak membayangkan tadi itu cairan air mani dari penjaga vila yang baru dioralin adiknya ini.
Dan memang kokoku telah tidak bertanya lebih lanjut, dan seketika ke wc. Aduh, saya lupa membuka pintu wc yang tadi kututup sebagai kamuflase jika aku masih di wc. Benar saja, kokoku tiba tiba bertanya dari belakang, “Mee, siapa lagi nih yang ada di wc?”. Untung saja aku masih sempat mendapat kamar mandi untuk saya kokoku, “Buka aja ko, siapa tau ada penghuni baru di vila ini”. Kokoku mengakak dan jikalau itu memang toilet isengku, jadi ia seketika masuk ke wc. Saya terus pergi ke luar, dan kembali mencontoh acara barbeque ini hingga selesai.
Jam 9:00, sepupu sepupu kecilku yang sejak tadi bermain main denganku wajib tidur. Maklum kan, mereka masih betul-betul kecil, semestinya tidur lebih langsung. Aku jam aku, acara barbeque ini berakhir, dan kelihatannya bagi keluargaku dan keluarga suk Sing akhir tahun ini benar benar menyenangkan.
Tetapi, saya masih merasa kata kata pak Basyir tadi terus terngiang di telingaku. Entah kenapa, makin saya teringat, bukannya makin kesal, tapi gairahku rasanya naik mengingat kata kata yang harusnya bernada kurang tetapi ini. “El, ada yang mau kamu setengah? Dari tadi kamu menonjol seperti sedang memikirkan sesuatu?” tanya mamaku mengagetkanku. “Oh… eng.. enggak kok ma. Karenanya membayangkan senin satu hari setelah hari ini itu sekolah pagi, telah satu setengah tahun Eliza nggak sekolah pagi”, kataku mencari alasan. Mamaku tersenyum dan mengelus rambutku, aku sungguh merasa disayang.
Setelah semuanya masuk ke kamar tidur masing masing, saya kembali terbayang kejadian di daerah cuci piring tadi, juga kata kata pak Basyir yang sangat melecehkanku itu. Aku menghela nafas dan berusaha untuk tidak memikirkan hal itu lagi. Masa aku patut merendahkan diriku untuk mendatangi pak Basyir di kamarnya? Malah di rumah malah aku masih amat menahan diri untuk tak mendatangi kamar Wawan atau Suwito nafas pak Arifin. Sesudah benar saja, aku tidak berharap harga diriku semakin jatuh.
Maka aku malah mempertimbangkan tidur saja. Saya mengganti celana santaiku dengan celana jeans yang pendek sampai ke pangkal paha. Sesudah membereskan semuanya, saya seketika naik ke ranjang, memakai selimut yang tidak tebal, dan tidur dengan nyaman. Tengah malam saya terbangun, sebab ingin buang air kecil. Maka aku keluar menuju ke wc. Sesudah selesai buang air, aku keluar dari wc, melainkan tidak lantas kembali ke kamar. Entah kenapa, kakiku seperti melangkah sendiri, membawaku ke depan pintu kamar pak Basyir.
Tapi di situ, aku kaget sendiri, seolah baru sadar dari mimpi. Aku langsung mempertimbangkan untuk balik lagi ke kamarku, dikala tiba tiba penjaga vilaku yang mesum itu melongokkan kepalanya keluar dari jendela kamarnya menyapaku.
“Halo non Liza, kesudahannya ke sini juga. Memek non Liza telah gatel ya?” tanya pak Basyir dengan senyum yang menjemukan. Aku berpikir, nih orang makin lama makin kurang tapi ya. Tetapi saja aku dengan kesal menyanggah, “Saya saja. Jangan ngawur ya pak, Liza cuma mempertimbangkan tidur tau!”.
Tapi kata kataku yang terkesan mencari alasan ini malah membikin saya mendapat pelecehan lain dari pak Basyir yang sudah keluar mendekatiku. “Saya tidur kok jadinya ke sini non? Mikirin punya bapak ya?”, tanya pak Basyir, membikin wajahku terasa panas, tidak tahu wajib membangkang apa. Saya tanpa berkata apa apa, aku membalik badanku berniat kembali ke kamarku setelah aku menyemprotnya, “Iya, Liza mikirin kok ada saya yang kurang tetapi seperti bapak”.
Tetapi pergelangan tanganku yang susah ini telah dicengkeram oleh pak Basyir, dan saya ditarik masuk ke dalam kamarnya. Aku berupaya menahannya, tetapi entah aku yang terlalu kuat, atau memang aku cuma menahan dengan setengah hati, tanpa didik yang berarti, saya sudah terduduk di ranjang pak Basyir yang telah mengunci pintu dan merapatkan gorden tipis di jendela. Aku tertegun memperhatikan ada 2 sachet obat kuat yang sudah kosong dari salah satu merk yang tergeletak di meja kecil di depanku ini. Jam weker di meja ini tapi apabila kini ini jam 00:30 pagi.
Sialan, pak Basyir benar benar berpikir saya pasti menemuinya malam ini di sini. Saya merasa dilecehkan, melainkan entah kenapa aku hanya bisa membisu. Pak Basyir melepaskan bajunya sampai telanjang bulat, membuat aku teringat tubuh keriput ini sempat saya diriku tadi petang. Dan harusnya tanpa obat perangsang. Memikirkan hal ini, jantungku mendadak berdegup kencang, saya mulai dilanda gairahku sendiri.
Pak Basyir mendekatiku, dan menarik lepas kausku dengan aku sebab tanpa sadar aku mengangkat tanganku pasrah. Aku ditariknya berdiri, celana pendekku dilorotkannya, lalu celana dalam dan braku juga telah dilepasnya. Sekarang aku sudah telanjang bulat di hadapan penjaga vilaku untuk kedua kalinya. Dengan bernafsu, pak Basyir menubrukku hingga aku kembali terjatuh di ranjang ditindih tubuh pak Basyir. Bibirku seketika dilumat olehnya dengan ganas. Aku sudah larut dalam birahi, dan membalas ciuman dari orang tua ini.
Ideal bernafsunya kami berdua, hingga kami bergulingan di ranjang ini tanpa melepas pagutan kami. Aku sudah menyerahkan diri sepenuhnya, dan malahan balas mencumbui orang yang sudah jadi kakekku ini. setelah sama sama kehabisan napas, kami berhenti seketika, lalu pak Basyir menyuruhku naik ke pangkuannya. Dia membimbingku duduk di sana sehingga mulut vaginaku ideal menelan penisnya yang telah mengacung tegak dengan perkasa. Saya merasakan penis ini keras sekali kini, beda sekali dengan tadi sore, mengingatkanku pada penis Wawan.
“Ngggghhh… nggghhh”, aku melenguh lenguh saat penis itu tertelan kian dalam di vaginaku. Dalam posisi ini, puting susuku dikulum oleh pak Basyir, yang terus memberi nasehat tubuhku supaya penisnya bisa masuk seluruhnya. Saya menggeliat keenakan, memeluk lehernya pasrah merasakan vaginaku dihunjam penis yang sekarang sungguh-sungguh keras ini. Aku dalam, saya kian keras melenguh, sampai akibatnya, “nggghhkkk.. adduuuh…”, saya melenguh dan mengerang, tubuhku bergetar menahan nikmat luar biasa.
Penis pak Basyir ini semacam itu panjang, rasanya menghantam dinding rahimku. Sedikit sakit memang, namun nikmatnya jauh lebih terasa. Tubuhku mengejang dan menggeliat, saya menggeleng gelengkan kepalaku kuat kuat ketika pak Basyir mulai memompa vaginaku. Puting susu payudara kananku dikulum pak Basyir, sementara payudaraku yang kiri dremas remas dengan lembut dan sesekali remasan itu berubah kasar dan kuat. Saya cuma dapat pasrah, kini dalam posisi duduk berhadapan aku digenjot dengan gencar
Pelukan pak Basyir semakin ketat pada pinggangku sampai aku tak sanggup menggeliat bebas. Cairan cintaku sudah mulai melumasi vaginaku. Selagi saya melenguh tak kuasa menahan nikmat, tiba tiba pak Basyir berbisik, “Non Liza, ada omnya non Liza di luar. Non Liza jangan bersuara dulu”. Mendengar ini aku terkejut dan menoleh ke belakang, benar saja, saya memperhatikan saya omku yang sedang tidak, kelihatan samar samar dari gorden yang tipis ini. Untung sinar di kamar ini tidak terlalu jelas, jadi tidak mungkin ada aku siluet kami berdua yang lagi bersenggama ini.
Melainkan pak Basyir ini bodoh kali, ia tak bisa berdaya upaya apa bila aku terus digenjot demikian ini, bisa tidak tahan untuk tidak melenguh? Saya takut aku lepas kendali dan bersuara, aku menggilas bibir pak Baysir sesudah mengatur kepalanya dan melepaskan pagutannya pada puting susuku. Cukup lama saya digenjot dalam situasi seperti ini, hingga terdengar bunyi pintu tertutup. Dia seri tadi saat kami bercinta dalam situasi tegang takut ketahuan tadi, benar benar menambah kenikmatan ini dan membuatku saya orgasme.
Saya melepaskan pagutanku dan seketika melenguh panjang, “nngggghhh… paaaak”. Tubuhku berkelojotan, kakiku melejang lejang dan nafasku tersengal sengal mengiringi orgasme pertamaku ini. Cairan cintaku rasanya keluar begitu banyak, sementara pak Basyir jelas masih perkasa, kan dia telah minum obat kuat itu. Ia terkekeh saat tubuhku lunglai dalam pelukannya, sementara keringatku membanjir deras, apalagi hawa kamar ini cukup panas.
Dan memang tanpa ampun pak Basyir terus menggenjotku yang sedang dilanda orgasme. Saya hanya bisa pasrah, untungnya vaginaku sudah licin sekali. Aku telah demikian itu lemas, hingga nafasku mendengus dengus dikala tubuhku berulang kali terangkat sebab vaginaku terus disodok penis pak Basyir. Perlahan gairah ini melandaku kembali. Rasa enak yang menjalari seluruh tubuhku membuat saya tanpa sadar mulai menggerakkan pinggulku, menyambut tiap-tiap sodokan pada vaginaku.
Pak Basyir kesudahannya puas juga mengulumi puting susuku. Ia memandangku yang sedang menatapnya dengan pandangan sayu. Dengan lembut dia membelai rambutku yang terurai ke sana kemari karena sodokan pada vaginaku ini membikin tubuhku terkadang tersentak keenakan. “Saya ya non Liza..”, tanya pak Basyir padaku dengan senyum mengejek. Aku tak bisa menyangkal dan jawaban ini meluncur demikian itu saja, “iyaah.. paak.. ooooh… panjaaang…”, aku meracau, tubuhku menggigil tidak kapabel menahan enak yang terus mendera ini.
Tiba tiba pak Basyir menyuruhku tidur di ranjang. Aku dia berharap posisi konvensional, karenanya saya berbaring di ranjang itu dan merenggangkan pahaku. “Non Liza telah kepingin sangat ya, kok pahanya sampai dibuka segitu lebar?”, lagi lagi pak Basyir berkata mengejekku. “Oh…pak…, jangan ejek Liza terus dong”, keluhku dan memejamkan mata sebab malu, panas juga rasanya wajahku diejek terus terusan seperti ini, dan lebih lebih saya tidak dapat menentang apa saja, maka tubuhku yang jujur seolah mengakui kebenaran dari ejekan demi ejekan yang kuterima.
Pak Basyir ngakak saja, lalu penisnya kembali membelah bibir vaginaku. Kedua kakiku ditumpangkan di pundaknya, dan saya kembali digenjotnya dengan gencar. Penis itu terasa makin dalam mengaduk aduk vaginaku dalam posisi ini, tubuhku mengejang ngejang keenakan . Kedua tanganku mencengkram sprei, kembali kepalaku kugeleng gelengkan kuat kuat. Saya sudah tak kapabel bertahan lagi dan mulai melenguh lenguh, nafasku sudah tersengal sengal, saya memejamkan mata kuat kuat, tampaknya saya sebentar lagi akan mengalami orgasme untuk yang kedua kalinya.
Namun kali ini saya kecele. Pak Basyor seolah mau menyiksaku, dia mendadak menghentikan genjotannya sampai aku tak jadi orgasme. “Oooh… ?”, saya mengeluh dan membuka mata menadanganya seakan hendak protes, tanpa sadar saya menggerakkan pinggulku sendiri agar vaginaku terus dikocok oleh penis Pak Basyir yang kini menandangku dengan tersenyum penuh kemenangan. “Non Liza ketagihan ya? Kalo gitu bapak genjot lagi ya”, ia kembali mengejekku, membuat aku semakin malu, melainkan aku tak bisa saya diriku yang sekarang sudah bukan milikku lagi, kini milik penjaga vilaku ini sepenuhnya.
Kurasakan vaginaku kembali digenjot kuat, tetapi aku masih terus menggerakkan pinggulku, merasakan adukan demi adukan pada vaginaku. Saya mulai melenguh kembali, sekali ini sodokan itu kurasakan terus dan terus seolah memompa gairahku kembali menuju orgasme. Namun pak Basyir terus mempermainkanku, dia seolah tahu kapan ketika aku akan orgasme, dan tiba tiba ia menghentikan sodokkannya. Aku hanya dapat mengeluh sambil terus menggerakkan pinggulku mencari kenikmatan yang tertahan tahan ini, malah akibatnya saya memohon, “Pak Basyir.. jangan permainkan Liza dong… Liza telah nggak tahan nih…”. Aku kali ini aku tak cakap menahan diri untuk memohon agar diantar menuju orgasme oleh orang yang menyetubuhiku.
Entah rasa malu ini telah seperti apa, tetapi aku memang telah tak kuat lagi menahan saya untuk orgasme. Aku aku terus jadi korban pelecehan pak Basyir, yang sekarang menambah stimulus padaku dengan meremas lembut kedua payudaraku saat genjotannya dipandu kembali. “Non Liza sudah nggak tahan ya”, katanya mengejekku. “Iyah… pak Basyir.. jahaat…”, keluhku. Pak Basyir ngakak penuh kemenangan. Saya kali ia mempermainkanku seperti ini, akibatnya berharap meneruskan genjotannya dikala saya telah melenguh lenguh. Sekali ini yang datang yaitu multi orgasme, seolah olah tubuhku melepaskan semua orgasme yang tertunda sesudah saya berkali kali dipermainkan seperti tadi,.
Tubuhku berkelojotan dan mengejang ngejang susul menyusul, kedua betisku melejang lejang membikin pak Basyir kewalahan, tubuhnya terdorong sampai penisnya yang panjang itu terlepas, menambah sensasi yang benar-benar dashyat ketika kepala penisnya menggesek seluruh dinding vaginaku sampai hasilnya keluar lewat bibir vaginaku yang seketika terkatup. “Ngggghhh… ngggggkk… aaahh…”, saya melenguh lenguh merasakan kontraksi otot vaginaku yang membikin tubuhku terus mengejang ngejang, mungkin lebih dari 2 menit lamanya.
Saya orgasmeku reda dan saya terbaring lemas tanpa sangat, nafasku tersengal sengal seolah habis berlari maraton. Namun penis pak Basyir masih berdiri tegak. Aku hingga merasa ngeri, karena ini sudah jam 01:30, artinya telah 1 jam saya melayani penjaga vilaku yang telah tua ini. Obat kuat yang diminum pak Basyir terbukti melipat gandakan sangat tahan sexnya. Saya tahu masih akan ada satu ronde lagi, karenanya saya memanfaatkan saya ini untuk beristirahat memulihkan tenagaku yang rasanya telah tersedot habis ketika aku mengalami multi orgasme tadi.
Tiba tiba tubuhku dibalik oleh pak Basyir, aku disuruhnya menungging. Oh.. saya tak ingin disodomi oleh penis yang begitu panjang ini. “Pak… jangan…”, aku memohon, tetapi saya kembali peluang ketika kurasakan kepala penis itu telah menempel di bibir vaginaku. “Jangan apa non Liza? Maksud non Liza jangan berhenti kan?”, kembali pak Basyir mengejekku. Aku cuma membisu, menikmati dikala saat vaginaku kembali dibelah oleh penis yang panjang ini. “oooohh… nggghhh….”, saya melenguh pendek dikala akhirnya penis itu terbenam seluruhnya, sekarang saya menikmati dinding vaginaku sebelah dalam yang tertekan kepala penis yang panjang ini, yang sejak tadi menghajar dinding vaginaku bagian luar.
Kurasakan pak Basyir mencengkram kedua lenganku lalu menariknya, sampai sekarang saya menungging tanpa pegangan, melainkan kedua pergelangan tanganku yang saya ke belakang ini dipegangi pak Basyir hingga aku tidak hingga menelungkup, dan dikala aku menunduk lemas saya memandang payudaraku tergantung bebas dan terayun ayun meniru aku sodokan pak Basyir. Aku sekarang seperti kuda yang ditunggangi dengan kedua tanganku sebagai tali kekang.
Dalam posisi ini saya sama sekali tak bisa mengejang napas menggeliat bebas, tetapi hal ini bahkan membuatku orgasme dengan kencang. “Ngggghhhh…. Nggghhhh… Aduuuuh”, saya melenguh lenguh, tubuhku tersentak sentak dan aku hanya bisa menggeleng gelengkan kepalaku kuat kuat karena cuma kepalaku yang bisa kugerakkan. Aku kembali tertunduk lemas, rambutku sudah terurai kesana kemari namun permukaan ranjang ini.
Sekarang dalam kondisi lelah, aku cuma bisa bisa, penjaga vilaku ini segera orgasme. Saya sudah tak tahan lagi, tenagaku sudah tersedot habis. Mungkin saya dapat pingsan apabila saya patut mengalami dua atau tiga kali orgasme lagi. Aku mataku telah mulai berkunang kunang, nafasku makin memburu, sementara sodokkan pada vaginaku ini rasanya sama sekali tidak berkurang kecepatannya. Keperkasaan penjaga vilaku ini benar benar membuat tubuhku serasa remuk, tubuhku terjuntai lemas walau terkadang tersentak ketika penis itu menghantam dinding rahimku.
Perlahan gairahku mulai meninggi, membuatku sedikit takut apakah aku sanggup bertahan dalam derita kenikmatan yang terus menderaku ini. Kembali aku menggeliat keenakan, adukan adukan pada vaginaku ini membuatku makin melayang, dan hasilnya otot vaginaku mulai berkontraksi. Oh.. aku akan lantas orgasme lagi, melainkan untungnya, kurasakan penis pak Basyir telah mulai berkedut, dan makin lama kedutan itu makin kuat. Aku saat saya akibatnya melepas orgasme yang meluluh lantakkan tubuhku, penis itu menyemburkan lahar panas ke dalam liang vaginaku, dan sodokan yang masih belum reda itu seolah mengaduk aduk cairan cintaku sampai bercampur rata dengan sperma yang membanjiri liang vaginaku.
“ooooohh…. Non Lizaaa….memek non benar benar nikmaaaat….”, pak Basyir melenguh dan meracau. Keadaaanku tidak lebih bagus, aku juga melenguh panjang, “ooooohhh… nggggghhhh… ampun paak…”. Saya selesai telah ronde terakhir ini, penis pak Basyir yang pesat mengecil hasilnya lepas dari vaginaku, membebaskanku dari derita orgasme ini. Aku lantas hasilnya lemas, sementara pak Basyir yang masih terengah engah mendekatiku dan tidur di sampingku. Dia membalikkan tubuhku sampai aku telentang. Kemudian sambil melumati bibirku, dia meremasi payudaraku dengan lembut. Kami benar benar seperti pasangan suami istri yang sedang berbulan madu saja, aku cuma pasrah saja dicumbui oleh penjaga vilaku ini.
Aku orgasmeku telah reda, dan tenagaku mulai pulih. Pak Basyir yang telah lemas menghentikan lumatannya pada bibirku, melainkan payudaraku masih saja diremasnya dengan lembut. Saya membiarkan pak Basyir menikmati remasannya pada payudaraku, karena aku malah merasa nyaman. Rambutku yang sudah awut awutan terurai di ranjang ini dicium oleh pak Basyir. “Non Liza.. rambut non ini harum sekali… cantik sekali… “, puji pak Basyir. Aku hanya tersenyum lemah, membiarkannya bertingkah apa saja yang telah pada tubuhku ini.
Kulihat jam weker di meja tapi pukul 02:00. Sekitar satu separo jam ini aku melayani penjaga vilaku ini. Saya menerawang melamunkan keadaanku. Di sekolah, di rumah sendiri, di rumah seorang sahabat, pun sekarang di vilaku sendiri, saya patut menjadi budak pemuas nafsu dari hanya lelaki. Entah hingga kapan aku patut menjalani kehidupan seperti ini. Melainkan saya menghentikan segala ini, tetapi aku senantiasa tak kuasa menolak kenikmatan yang melandaku dikala vaginaku sudah hingga sebuah penis.
“Non Liza, bapak boleh tau siapa lelaki yang aku memperoleh keperawanan non Liza?”, tanya pak Basyir ingin lamunanku. Aku sempat teringat Girno, satpam sekolahku yang mengoyak selaput daraku pertama kali. Namun saya tersadar, bahwa ini yaitu urusan pribadiku. Dengan ketus aku menjawab, “Pak, ini bukan urusan bapak yah. Bapak nggak perlu tahu”. Pak Basyir tertawa saja sambil terus saat raba tubuhku dan tentu saja payudaraku masih terus medapat remasan.
“Non Liza sudah ada pacar? Pacar non Liza tahu nggak kalo non Liza suka beginian? Atau pacar non Liza yang aku bisa keperawanan non Liza?” tanya pak Basyir bertubi tubi. Aku semakin sebal diingatkan pada Andi, cowok yang diam diam menjatuhkan hatiku. “Pak, tolong ya, jangan tanya langsung pribadi Liza. Liza nggak menyukai tau!”, ketus sekali saya menjawab, membuat pak Basyir terdiam sebagian saat. Melainkan tangannya tidak menganggur, terus merasakan tubuhku yang masih tergolek di sampingnya.
“Non Liza, tadi enaknya sampai kayak gimana? Kok mulet mulet nggak karuan seperti itu?”, tanya pak Basyir lagi. Wajahku terasa panas mendengar kata kata yang kurang namun ini. Saya tidak tahu sepatutnya naik pitam atau menjawab, akhirnya saya memilih diam saja. Aku menepis tangannya yang masih dikala dan meremasi payudaraku, lalu saya bangkit berdiri. Tenagaku telah cukup untuk berjalan. Saya melap peluh di sekujur tubuhku dengan handuk pak Basyir yang tergantung di pintu, lalu memunguti seluruh pakaianku yang tercecer di lantai kamar penjaga vilaku ini, dan mulai mengenakannya satu per satu mulai dari bra, celana dalam, celana pendek dan kausku.
“Non Liza, kapan berharap menginap di sini lagi? Bapak tunggu ya kedatangan non Liza yang aku. Jangan lama lama lho non, nanti bapak bisa mati kangen”, kata pak Basyir padaku sambil mengelus rambutku yang tergerai ke belakang ini. Saya makin malas menjawabnya, dan berkata, “Saat pak Basyir, Liza harus kembali ke kamar. Aku takutnya nggak bisa bangun.”
Pak Basyir masih saja melantur, “Tidur di sini sama bapak saja non Liza. Non Liza mau nggak jadi istri bapak?”. Aku hampir saja membentaknya, tapi aku masih dapat menahan diri dan menjawab ketus, “Jangan mimpi ya pak. Dikala, malas Liza mendengar bapak melantur. Liza kembali dahulu ke kamar”. Saya sudah memegang handel pintu dikala pak Basyir berkata lagi, “Non Liza, boleh bapak cium non dahulu?”. Toilet ini aku mengalah dan duduk kembali ke ranjang, memberikan ciumanku yang hot pada penjaga vilaku ini. Tanganku menggelayut di lehernya, bibir kami saling berpagut dan lidah kami saling bertautan. Saya mulai tersengal sengal, dan saya sadar tak boleh larut dalam birahi, karenanya aku langsung melepaskan peluk cium ini, dan tanpa berkata apa apa lagi aku keluar dari kamar ini.
Kuperhatikan tak ada petunjuk tanda keluargaku yang masih bangun. Karenanya aku berjalan dengan tertatih tatih, kembali ke kamarku. Ketika saya akan membaringkan diriku ke ranjang, aku teringat akan campuran cairan cintaku dan air mani pak Basyir yang masih ketinggalan di vaginaku, malah kurasakan sedikit belepotan di pangkal pahaku. Dengan lemas aku mengambil handuk, bra dan celana dalam tak, dan handuk kecil yang akan kugunakan untuk membersihkan segala tubuhku.
Aku tak mandi karena takut rematik, cuma menyeka tubuhku dengan handuk kecil yang kubasahi dengan sedikit air sabun, lalu kuperas dan kucelupkan air hingga tidak ada busanya lagi, lalu aku membersihkan tubuhku dengan menyeka lembut. Vaginaku yang kukorek korek hingga bersih sambil kubilas dengan cairan pengharum vagina yang selalu kubawa, sekarang sudah terasa nyaman. Kubersihkan pahaku dari cairan cairan yang mendatangkan gairah ini, lalu kuhanduiki semua tubuhku hingga kering. Setelah menggunakan baju dalam dan baju tidurku yang satin itu, aku kembali ke kamar, berbaring mengistirahatkan tubuhku yang seketika terasa sekali capainya akibat dipermainkan penjaga vilaku tadi.
Tidak butuh waktu lama, aku telah tertidur sudah. Paginya, aku terbangun sebab ingin buang air kecil dikala jam baru melainkan pukul 5:30. Saya masih mengantuk dan capai sekali, karenanya saya masih mencoba tidur lagi sesudah kembali dari Segala. Tapi sesudah beberapa menit aku tak juga kembali tidur, aku mempertimbangkan untuk bangun saja, dan keluar duduk duduk di teras setelah menyikat gigiku. Tidak lama kemudian saya melihat pak Basyir melintas di halaman, membersihkan runtuhan daun seperti lazim. Kami sempat bertatapan muka langsung, dan aku cuma menunduk malu sambil tersenyum kecil mengingat kemarin saya dipermainkan sedemikan rupa.
Tak lama papaku, mamaku, suk Sing dan Ie Lin juga telah bangun dan menemaiku duduk duduk di teras. Saya mengucap selamat pagi seperti awam. Para orang tua ini mengobrol sendiri, aku hanya membisu mendengarkan saja. Mereka mendiskusikan sebagian langsung yang aku kurang paham, dan sebagian teman mereka yang membuka bisnis baru. Aku sama sekali tidak terganggu dengan percakapan mereka, pun hanya mereka semua ini membuatku nyaman. Paling tidak, untuk sementara saya aman dari tangan pak Basyir yang mesum itu. Bukannya aku tidak merasakan permainan sex tadi pagi, namun saya juga tak mau setiap saat mesti bermain sex, apalagi tubuhku masih terasa demikian itu lelah.
Tiba tiba aku ditimpa sepupu sepupu kecilku yang telah bangun. Mereka ini, bukannya menghambur ke orang tua mereka, namun malah saya yang pertama dikerubuti. “Aduh.. sampai terkejut lho cie Eliza, kalian ini memang badung yah”, kataku sambil mencubiti pipi mereka bergantian,dan mereka berdua ngakak bahagia duduk di pangkuanku. “Heran ya, anak anak ini lebih sayang sama Eliza keadaan sama mamanya sendiri”, goda Ie Lin padaku. Saya cuma bisa tertawa berbahagia, memang saya benar-benar sayang pada kedua sepupuku ini. Mereka kemudian mengajakku bermain main ke dalam, dan saya mengikuti mereka dengan berbahagia hati.
“Eliza, nanti sesudah makan siang, kita pulang ke Surabaya ya”, mamaku mengingatkanku. “Iya ma”, kataku riang, dan sejenak kemudian saya dan kedua sepupuku ini sudah sibuk. Stanley memintaku bisa sebuah buku bergambar, dan dengan Vincent di pangkuanku saya mendongeng sebisaku. Untungnya kedua si kecil kecil ini menyukainya. Bersama mereka ini membikin saya lupa untuk sesaat tentang pak Basyir, juga para lelaki yang telah menyetubuhiku. Selesai mendongeng, saya mengajak mereka makan, perutku sudah terasa lapar, ditambah dengan bau sesudah mama yang mengingatkanku ini sudah waktunya makan pagi.
Kokoku juga sudah turun, dan kami saling menyapa sebelum saling usil. Tiba tiba kokoku memukul bahuku dari belakang, tetapi saya lantas membalasa dengan mencubit lengannya. Kami hingga dilerai oleh mama sebab saya tidak mau melepaskan cubitanku saya kokoku minta meminta ampun. Aku dan kokoku memang akrab, jarang sekali kami hingga bertengkar. Kalaupun bertengkar, beberapa jam kemudian kami pasti sudah baikan. Dikala termasuk kedua sepupu kecilku mengakak tawa memandang ulah kami berdua. Lalu kami langsung makan pagi dalam suasana yang harmonis ini, benar benar membuatku bahagia.
Sesudah acara makan selesai, seperti umum pak Basyir membereskan meja makan dan mencuci kelengkapan makan yang kotor. Aku berupaya bersikap wajar padanya, dan menunggu giliranku mandi sambil kembali saya kedua anak kecil ini. Giliranku tiba setelah kokoku selesai mandi, karenanya saya pamit sejenak pada mereka, lalu masuk ke kamarku yang sedang dibersihkan pak Basyir. Jantungku agak berdegup pesat saat saya melewatinya untuk mengambil pakaian di koperku, bisa penjaga vilaku ini tak segila itu untuk bertingkah sesuatu padaku kini ini.
Pak Basyir memang tidak mengerjakan apapun sebentar diriku, melainkan saat saya melewatinya lagi setelah mengambil baju ganti, aku mendengarnya berbisik, “Non Liza, nanti siang sebelum pulang, non Liza main bentar sama aku ya. Kan non Liza masih lama baru balik lagi ke sini. Aku ya non?”. Aku memandang pak Basyir dan melotot kesal, tapi aku tak berharap tapi dan menarik perhatian orang orang di luar. Maka saya diam saja, pergi ke kamar mandi tanpa memberikan aku apapun pada penjaga vilaku yang makin lama makin ngelunjak ini.
Di kamar mandi, saya mandi keramas membersihkan tubuhku sepuas puasnya. Setelah selesai, dikala saya mengeringkan rambut dan tubuhku, saya teringat kata kata pak Basyir di kamar tadi. Entah mengapa, tiba tiba gairahku menggelegak, nafasku memburu membayangkan aku mesti melayani penjaga vilaku yang bejat ini. Tanpa sadar, aku aku menggunakan celana dalam, seolah menyiapkan selangkanganku untuk digenjot nanti siang oleh pak Basyir. Kini aku hanya mengaplikasikan bra, t shirt dan rok yang agak longgar. Celana dalamku benar benar tidak kupakai, kucampur dengan pakaian kotorku, dan aku kembali ke kamar.
Saya keluar dari wc, aku berpapasan dengan pak Basyir yang dengan semestinya meremas pantatku. Saya tak melotot seperti tadi nafas kemarin, sekarang aku cuma mendesah, dan berbisik padanya, “Pak Basyir, nanti siang tunggu aku di kamarku yah..”. Saya terus berlalu dan ketika saya saat diri memandang pak Basyir, kulihat dia tersenyum girang. Saya masuk menahan senyum, dan birahiku terus bergolak. Sesudah mengepak barang barangku, saya duduk di ruang keluarga. Kami akan berjalan jalan pagi ini dan kembali saat makan siang nanti. Jadi saya menunggu semua selesai mandi dan mengepak barang barangnya masing masing.
Sekitar jam 9:15 pagi, kami keluar meninggalkan vila sejenak, berputar putar menikmati hawa dingin dari udara segar di Tretes ini. Maka sepanjang hari membuat waktu terasa berlalu begitu kencang, sekarang telah waktunya kami kembali ke vila dan makan siang, sebelum pulang ke Surabaya. Saya untuk makan siang telah dihangatkan pak Basyir, piring piring juga telah tertata rapi. Kami semua langsung makan siang, sebab perut kami memang telah lapar segala. Selesai makan, tentunya kami mencuci tangan dan mulut dulu sebelum membawa seluruh barang kami masuk ke dalam kendaraan beroda empat, bersiap untuk kembali ke Surabaya.
Pintu vila telah dikunci. Ketika segala barang sudah masuk ke mobil, saya pura pura mau ke Seluruh, karenanya saya pamit sebentar, “Pa Ma, Eliza mau ke wc dulu sebentar, nggak usah nungguin di dalam, nanti apabila selesai Eliza kunci seluruh kok”, kataku buru buru begitu mesin kendaraan beroda empat telah nyala. Mereka mengiyakan dan berkata akan menunggu saya di kendaraan beroda empat, kondisi turun lagi dan mengotori lantai yang telah disapu pak Basyir. Saya seketika berlari ke belakang, dari sana saya bukannya ke wc, namun seketika masuk ke kamarku dicontoh pak Basyir yang telah bersiap menungguku dari tadi di belakang.
Di dalam kamarku, aku berbaring di kasur yang sudah disediakan pak Basyir, kemudian rokku seketika disingkap oleh pak Basyir yang terpana melihatku tak mengenakan celana dalam. “Non Liza, ternyata non telah siap ya?”, kata pak Basyir dengan girang. “Pak, sudah cepetan, udah ditungguin nih!”, omelku. Pak Basyir seketika mencopot celananya, dan menusukkan penisnya yang telah tegang. Pasti sebab sejak tadi pikirannya ngeres melulu. Agak sakit memang, karena vaginaku masih belum ada pelumas sedikitpun.
Genjotan demi genjotan mengguncang tubuhku, gairahku yang bergolak sejak pagi tadi seakan mendapat pelampiasan sekarang ini. Tubuhku mulai mengejang ngejang, panjangnya penis pak Basyir benar benar dengan saya membuatku keenakan. Tidak lama kemudian, saya mulai melenguh pelan, walaupun pak Basyir juga menggenjotku makin pesat, dikala tiba tiba sepupu kecilku masuk ke kamarku.
Saya sangat terkejut, demikian juga pak Basyir. Tetapi untungnya saya sadar jikalau Vincent yang masuk ini tidak dapat bicara dengan benar. Maka aku mudah pak Basyir untuk kencang cepat melanjutkan, “Pak.. kencang sedikit ya, jikalau yang lain masuk kita dapat repot”. Vincent mendekatiku yang berbaring di kasur, dan membelai mbelai pipiku seperti yang lazim dia lakukan. Aku dalam kondisi digenjot pak Basyir, balas mencubit pipi Vincent, tetapi aku tak dapat terlalu menggodanya, sebab aku mulai menggeliat dan melenguh lenguh kecil ketika kenikmatan ini semakin menderaku.
“Ngghh.. ngghh.. terus pak… kencang.. ooooh”, aku terus melenguh dan akibatnya orgasme hingga badanku terlonjak lonjak, kakiku melejang lejang keenakan, dan Vincent hingga melihatku dengan ekspresi lazim dan terus membelai pipiku. Tidak lama saya merasa selangkanganku terasa lebih nikmat sesudah penis pak Basyir berkedut dan menyemprotkan spermanya yang hangat ke dalam lliang vaginaku. Saya lantas mendukung pak Basyir sampai penisnya terlepas, dan kutinggalkan Vincent yang pasti kian ketika, ketika saya meraih penis pak Basyir dan mengulum ngulum dalam mulutku. Pak Basyir semakin keenakan mengerang, ketika penis itu kusedot sedot sampai kesudahannya bersih dari sperma yang kurasakan cukup gurih juga.
Karenanya selesailah quicky sex siang ini antara aku dan pak Basyir yang seketika mencabut penisnya, dan membantuku membersihkan air mani yang belepotan di bibir vaginaku dengan beberapa helai tissue. Dan dengan seketika pak Basyir menyumpalkan tissue yang diremas remasnya ke dalam liang vaginaku, membuatku mendesah sedap. “Non, tissue ini untuk menyumbat cairan dari memek non, jadi nggak basahin roknya non hingga di rumah nanti”, kata pak Basyir enteng. Saya seketika berdiri, dan menggendong Vincent yang masih memandangku heran. Saya tak tahu apa yang dipikirkan sepupu kecilku ini, melainkan saya lantas menggendongnya sambil tertawa, membuat Vincent ikut serta mengakak tawa.
Dikala aku keluar dari kamar, hampir saja aku bertubrukan dengan Stanley. Aduh, untung saja, seandainya tadi itu aku masih dalam situasi bersetubuh, nggak tahu apa jadinya denganku, bisa dapat ortuku tahu dan aku tidak berani membayangkan hal ini. Karenanya aku mengelus rambut Stanley dengan lega, kemudian lantas menuju ke kendaraan beroda empat di depan yang telah menunggu. Saya ngakak mereka masuk ke kendaraan beroda empat suk Sing, dan sesudah berpamitan pada mereka segala termasuk mencubit gemas pipi kedua sepupu kecilku, aku masuk ke dalam mobilku. Saya tak kuatir dengan Vincent, yang pasti tidak mengerti sedikitpun sekiranya tadi itu saya baru saja mengerjakan quicky sex dengan penjaga vila ini.
“Eliza, kau sampai berkeringat gini, perutmu sakit ya?”, tanya mamaku yang kelihatan mengkuatirkanku. “Ah nggak kok ma, Eliza nggak apa apa kok”, saya berkata menenangkan mamaku. Maka sesudah segala beres, kami langsung mengawali perjalanan pulang. Pak Basyir membuka pintu gerbang melepas kepergian kami semua. Di dalam mobil ini, aku membisu melamun, membayangkan kenangan baru di vilaku ini. kupastikan, lain waktu sekiranya aku ke sini lagi, pak Basyir pasti minta kau padaku. Tetapi itu masih lama, aku menyadari sebagian jam lagi aku wajib bersiap untuk kembali melayani sopir dan kedua pembantuku di rumah, entah nanti malam atau satu hari setelah hari ini pagi. Mereka pasti akan menggarapku dengan buas setelah dua malam tak menggumuliku. Tetapi itu urusan sebagian jam ke depan, yang penting saya kini memilih beristirahat dan tidur di dalam kendaraan beroda empat ini, dengan tissue yang sedikit mengganjal vaginaku yang tidak terbungkus celana dalam, memberi sedikit rasa nikmat…